Kamis, 23 Februari 2012

Intelektual Antilebay & Anticemen

[Sri Mulyati, S.Hut.]

Sepanjang sejarah transformasi sosial masyarakat di belahan dunia manapun, maka kita akan menjumpai bahwa pelaku utama perubahan tersebut adalah mahasiswa. Pada tahun 1997 – 1998 masyarakat Indonesia menganggap mahasiswa telah berhasil mengukir sejarah karena mampu meruntuhkan orde baru yang sudah bercokol 30 tahun. Kondisi ini bisa dipahami karena mahasiswa adalah icon intelektual yang seyogyanya sebagai “agent of change” di tengah masyarakat mestilah memiliki karakter spesifik seperti energik, berdaya juang tinggi, terbuka, mudah menerima perubahan dan kritis terhadap seluruh bentuk kebijaksanaan pemerintah yang bertentangan dengan idealismenya.  

Namun seiring berlalunya waktu, berlalu pula harumnya nama mahasiswa sebagai intelektual yang kritis dan idealis. Kepedulian terhadap lingkungan sudah sirna, bahkan terhadap keilmuannya pun cenderung tidak dipahami, yang ada sekedar untuk bisa menjawab ujian, dapat IPK tinggi dan akhirnya mudah dapat kerja. Pergerakan mahasiswa saat ini pun sangat pragmatis. Kegiatan mahasiswa lebih banyak bergerak pada tuntutan kerja. Sehingga banyak kita temui acara-acara mereka lebih banyak pada seminar atau training tentang entrepreneurship yang memang menjadi daya tarik kebanyakan mahasiswa atas tuntutan zaman.  Atau kegiatan musik dan olah raga yang marak dan digandrungi mahasiswa sebagai pelampiasan ke-stres-annya akibat beban kuliah, dan sebagainya. Jarang sekali bahkan mungkin tidak ada kegiatan yang berupa pengoreksian terhadap kesalahan atau kedzaliman pengauasa negeri ini. Makin hari mahasiswa makin a-politis. Ketertarikan mahasiswa untuk berorganisasi tidak lagi karena idealismenya untuk melakukan perubahan yang besar melainkan karena kepentingan individualis semata, sehingga banyak ditemukan mahasiswa yang bergabung dalam sebuah lembaga kampus semata-mata hanya karena untuk menambah daftar pengalaman organisasi dilamaran kerja.


Eksistensi Berujung Mati

[Nindira Aryudhani, S.Pi., M.Si.]

Kabar bangkrutnya Whitney Houston terdengar sangat mengejutkan dunia beberapa bulan yang lalu. Sontak dunia pun tak kalah menggema tatkala kematian, termasuk suasana haru pemakaman diva pop ini, diberitakan. Pascaperistiwa tersebut, segala yang terkait dengan Whitney ternyata berbuntut menarik untuk menjadi perbincangan dunia. Termasuk keberadaan Bobby Brown, mantan suami Whitney, yang disebut-sebut sebagai orang "yang patut disalahkan" atas "keterpurukan" Whitney, menurut teman sang diva, David Gest. Whitney disebutkan tidak pernah menyentuh obat-obatan terlarang sebelum menikah dengan Bobby Brown (antaranews, 21/02).

Ya, Whitney ditemukan tak bernyawa di bak mandi Hotel Beverly Hilton, Beverly Hills, California Sabtu (11/2/2012). Di kamar tempatnya menginap ditemukan berbagai jenis obat-obatan dan minuman beralkohol yang diduga menyebabkan kematiannya (detikhot, 18/02). Penyebab kematiannya hingga kini memang belum bisa dipastikan. Tapi detektif percaya ia mengkonsumsi alkohol dan obat-obatan sebelum menghembuskan nafas terakhirnya (detikhot, 17/02). Dugaan kuat pun ada pada kombinasi obat-obatan yang selama ini rutin dikonsumsi Whitney seperti salah satunya Xanax. Apalagi pada malam sebelumnya ia berpesta dan minum alkohol. Kombinasi Xanax dan alkohol di dalam tubuh bisa mematikan (detikhot, 14/02).


Satu per satu cerita sebelum meninggalnya diva Whitney Houston pun terungkap. Ia bahkan dikabarkan berencana melakukan operasi plastik dua minggu sebelum meninggal dunia, yaitu dengan facelift. Metode facelift biasa dilakukan untuk mengencangkan wajah dengan menghilangkan keriput yang ada pada muka atau leher (detikhot, 17/02). Terkait dengan penampilan Whitney, Kevin Costner yang menjadi lawan mainnya dalam film The Bodyguard, pun bersaksi. Kevin menuturkan bahwa Whitney sering bertanya padanya, “Apakah saya sudah tampil bagus? Apakah saya cukup cantik? Apakah mereka (publik) akan suka kepada saya?” (metrotvnews.com, 19/02). Hal ini menunjukkan bahwa sebagai seorang public figure, Whitney memang sangat memperhatikan penampilan fisiknya.

Jika Whitney meninggal dengan dugaan overdosis, maka lain halnya dengan artis Korea Park Yong Ha. Pemeran Kim Sang Hyuk dalam drama Korea terkenal, Winter Sonata, ini ditemukan meninggal karena gantung diri di rumahnya (detikhot, 30/06/2010). Para fans-nya tak kuasa menahan kesedihannya. Airmata mulai terlihat menghiasi wajah penggemar aktor tersebut. Berkali-kali para fans itu menyeka wajahnya dengan sapu tangan (vivanews, 02/07/2010).

Sejumlah penyebab kenapa Park Yong Ha bunuh diri mulai bermunculan banyak versi. Ada yang mengatakan, Park Yong Ha bunuh diri karena depresi dan tak kuat menerima cobaan karena sang ayah sakit keras. Ada juga pemberitaan bahwa Park Yong Ha Bunuh Diri karena overdosis setelah menenggak obat tidur, karena selama ini dia memiliki masalah sulit tidur. Versi lain mengatakan bahwa Park Yong Ha Bunuh Diri karena gagal berbisnis. Park Yong Ha keluar dari agensi artis yng menaunginya dan memilih mandiri lalu mendirikan perusahaan sendiri (beritaterkiniindonesia, 19/02).

Pemuda Pelanjut Estafet Bangsa, Siapkah?

[Emilda, S.Pi., M.Si.]
 

"Berikan aku sepuluh pemuda yang cerdas dan tangguh, akan aku taklukkan dunia"
Statement Bung Karno ini pasti tak asing lagi di telinga kita. Pemuda termasuk didalamnya mahasiswa dipahami sebagai komunitasdalam masyarakat yang menyandang predikat strategis. Pernyataan Bung Karno diataspun bukan main-main, karena pemuda khususnya mahasiswa memang adalah intelektual dan agen peubah.  Mahasiswa seharusnya kaya dengan idealisme, cinta dengan perubahan dan sangat mudah tersentuh kesadarannya. Sejarah telah membuktikannya, bagaimana pemuda dekat dengan masyarakat dan terdepan dalam perubahan. 
Tapi, patut kita tanyakan apakah karakter ini masih ada hingga sekarang?

Penelitian Guru Besar Ilmu Pendidikan Moral Universitas Negeri Semarang Prof Masrukhi (2010)  menyebutkan bahwa  saat ini kebanyakan mahasiswa  adalah mahasiswa rekreatif yang berorientasi pada gaya hidup glamor dan bersenang-senang, jumlahnya mencapai 90 persen. Sedangkan kelompok yang  idealis-konfrontatif  yaitu yang cenderung aktif menentang kemapanan lalu  mahasiswa idealis-realistis, yang lebih kooperatif dalam perjuangan menentang kemapanan;  mahasiswa oportunis, yang cenderung mendukung pemerintah yang tengah berkuasa;  serta mahasiswa profesional, yang hanya berorientasi pada kuliah atau belajar berjumlah tak lebih dari 10% diantara sekitar 5 juta mahasiswa Indonesia.