Minggu, 25 Maret 2012

BEASISWA DAN KESEMPATAN MEMPELAJARI TURKI


[Sri Mulyati, S.Hut & Nindira Aryudhani, S.Pi, M.Si]

Satu hal memikat yang telah menginspirasi tulisan ini, yaitu pembukaan kursus bahasa Turki di Kampus IPB Dramaga, bertempat di UPT Bahasa, Gedung Perpustakaan LSI lantai 2. Yang tak kalah menarik, IPB sendiri menyajikan penawaran program beasiswa prestasi PASIAD Turki untuk mahasiswa semester IV dan VI untuk tahun akademik 2011-2012, bagi yang terkategori Fakultas MIPA (departemen: Statistika, Ilmu Komputer, Biokimia dan Matematika) dan Fakultas Teknologi Pertanian (departemen: Ilmu dan Teknologi Pangan), dengan batas akhir pengiriman berkas pada tanggal 18 Maret 2012 (Ditmawa IPB, 29/02/2012).
Hal ini sejalan dengan sejumlah kerjasama bilateral RI-Turki yang berlangsung lebih intensif sejak tahun 2011, khususnya di bidang pendidikan. Eep Saefulloh Fatah, salah seorang pakar politik UI, menyatakan bahwa jika dikembangkan kerja sama pendidikan di dunia politik, akan muncul ilmu politik baru yang membuktikan dan menunjukkan keserasian Islam dan demokrasi, usai pertemuannya dengan Presiden Turki, Abdullah Gul, beserta delegasinya di Jakarta (dakwatuna.com, 06/04/2011).
Eep juga menyatakan bahwa sebagian negara Barat beranggapan Islam dan demokrasi tidak sejalan tetapi Indonesia dan Turki, sebagai negara mayoritas berpenduduk Muslim, dapat membuktikan terbalik. Menurut Eep pula, Presiden Gul mengatakan dalam pertemuan tertutup itu bahwa justru banyak ajaran Islam yang dipraktekkan dalam demokrasi seperti penghargaan terhadap perempuan, hak asasi manusia, kebebasan manusia, tanggung jawab serta moralitas dalam politik. Presiden Gul meyakini Indonesia dapat memiliki masa depan demokrasi yang cerah bila dikelola yang layak (dakwatuna.com, 06/04/2011).
Acara ini juga dihadiri antara lain oleh mantan Ketua MPR Hidayat Nur Wahid, Direktur Utama ANTARA Ahmad Mukhlis Yusuf dan Direktur Pemberitaan ANTARA M. Saiful Hadi. Hidayat Nur Wahid mengatakan pertemuan tersebut membahas pentingnya kesadaran untuk terus mengembangkan apa yang dinilai publik sebagai keunggulan Indoensia dan Turki, sebagai negara yang mayoritas berpenduduk Muslim tetapi juga bisa mengembangkan demokrasi dengan bagus. Hidayat menyatakan bahwa ada kesadaran untuk menumbuhkembangkan pengalaman bersama ini, mungkin akan berlanjut dibentuknya pusat kajian Turki di Indonesia atau pusat kajian Indonesia di Turki. Di lain pihak, Saiful Hadi mengatakan pertemuan itu membicarakan kerja sama kedua negara, demokrasi di Turki dan pandangan demokrasi di negara-negara Islam (dakwatuna.com, 06/04/2011).


Sekilas Sejarah Turki
Hal selanjutnya yang akhirnya menggelitik adalah menilik kembali sejarah besar Turki sebagai negara di dua benua, Asia dan Eropa, sejak berabad silam. Salah satu representasi berdirinya negara republik Turki dapat dilihat dari Anitkabir. Anitkabir adalah makam pemimpin “Perang Kemerdekaan Turki”, pendiri dan presiden pertama Republik Turki, Mustafa Kemal, yang terletak di Ankara, ibukota Turki. Para pendiri republik ini paham akan sejarah yang mesti dipelajari oleh rakyatnya. Meski sampai saat ini kontoversi akan berdirinya Republik Turki masih tampak dari berbagai kalangan di dunia Islam, karena dianggap telah menghilangkan Kesultanan Turki Utsmaniy (dedenmaulidarajat’s blog, 01/03/2012).
Dan bertepatan dengan hari kemerdekaan Republik Turki pada 3 Maret yang lalu, ada salah satu bagian sejarahnya yang menarik untuk dikulik. Barangkali bagian ini tidak pernah disangka oleh banyak orang, khususnya setelah Turki berpindah status dari kekhilafahan menjadi negara republik. Jika pun tetap ingin disebut sebagai sejarah Turki, maka sejatinya ini adalah sejarah kelam. Karena deklarasi republik ini tidak lain adalah nama lain bagi keruntuhan kekhilafahan Islam yang saat itu beribukota di Istambul.  Bahkan, nama Kekhilafahan Utsmaniy sendiri telah didiskreditkan sebagai Kekaisaran Utsmaniy (Ottoman, dalam bahasa Turki) saja. Tanpa sedikitpun diketahui bahwa identitas aslinya adalah negara pelindung utama kaum muslimin di dunia dalam rangka menerapkan syariat Islam, yaitu sebagai Daulah Khilafah Islamiyyah.
Ya, sejatinya keberadaan Daulah Khilafah Islamiyyah telah resmi berawal saat Rasulullaah saw hijrah ke Madinah. Kemudian berlanjut hingga kurang lebih selama 13 abad. Hal sebagaimana pernah disampaikan dalam sabda Rasul saw: “Dahulu Bani Israil selalu dipelihara urusannya oleh para Nabi. Setiap kali Nabi meninggal, digantikan oleh Nabi yang lain. Dan sesungguhnya tidak akan ada Nabi lagi sesudahku. (Tetapi) akan ada banyak Khalifah…” (HR Bukhari no. 3196). Lalu, Khilafah pun resmi ditiadakan pada masa pemerintahan Utsmaniy, tepatnya pada tanggal 3 Maret 1924, sama dengan tanggal proklamasi kemerdekaan Republik Turki.

Konspirasi Barat Meruntuhkan Khilafah Islamiyyah
Gejala berakhirnya Kekhilafahan Utsmaniy sejatinya telah terjadi sejak akhir abad 19 hingga awal abad 20, termasuk ketika Mustafa Kemal, seorang perwira militer Turki yang ternyata agen imperialis Inggris, mulai ambil bagian dalam kancah perpolitikan Khilafah Islam. Peristiwa utama yang menjadi momentum awal peruntuhan Khilafah sekaligus pemopuleran Mustafa Kemal adalah Perang Dunia (PD) I, disamping adanya serangan budaya dan perundang-undangan kufur Barat ke dalam peraturan kehidupan. Serangan-serangan tersebut menggoncang keberadaan Khilafah, hingga menumbangkan substansinya dan tinggal bangunan fisiknya saja. Oleh karena itu, negara-negara kafir Barat mulai berpikir untuk menghancurkan Khilafah dan menghapuskannya untuk selama-lamanya. Tidak lama setelah Perang Dunia I pecah dan Khilafah berpihak kepada Jerman, maka negara-negara kafir mendapatkan kesempatan untuk menghancurkan Khilafah. Dan mereka pun segera menyiapkan strategi untuk mencapai tujuan ini (Buku Konspirasi Barat Meruntuhkan Khilafah Islamiyyah).
Dalam pembicaraan antara Rusia, Inggris dan Prancis pada tahun 1915 –pada saat terjadi PD I- dijelaskan masalah ini. Dalam suatu memorandum yang diajukan kepada Rusia sebagai jawaban memorandum Rusia mengenai masalah ini, Prancis dan Inggris memasukkan satu pasal yang menyatakan, “Melindungi tempat-tempat suci di negeri-negeri Islam dan wilayah Arab di bawah pemerintahan negara Islam yang merdeka.” Dan dalam memorandum Rusia yang dikirim sebagai jawaban atas memorandum Inggris-Prancis tersebut dinyatakan dalam salah satu pasal bahwa, “Penanganan suatu keputusan yang krusial mengenai hubungan di masa mendatang antara ‘negara-negara Islam’ yang akan anda dirikan di atas puing-puing reruntuhan Negara Ottoman dan memisahkan mereka dari Khilafah, merupakan suatu permasalahan bagi Pemerintahan Yang Mulia Tsar.” Ditambahkan pula, “Pemerintahan Yang Mulia Tsar dengan tulus mengharapkan (anda) dapat menghapuskan Khilafah dari bangsa Turki, namun pada saat yang sama kami sungguh-sungguh berharap anda menjamin kebebasan melaksanakan ibadah haji dan tidak sedikitpun ikut campur dalam perkara-perkara yang dapat melukai hati kaum muslimin.” Dalam suatu telegram yang membahas sejumlah tuntutan duta besar Rusia untuk Inggris menyatakan, “Pemerintah Italia mendukung usulan Rusia mengenai pentingnya memisahkan ‘pemerintahan Islam’, yang akan didirikan di Hijaz di atas reruntuhan Kesultanan Ottoman, dari Khilafah dan menempatkannya di bawah kendali sepenuhnya dari Inggris. Pemerintah Italia mendukung dengan seluruh kekuatannya upaya untuk menyingkirkan Khilafah dari bangsa Turki dan menghapuskannya untuk selama-lamanya”. (Buku Konspirasi Barat Meruntuhkan Khilafah Islamiyyah).
Bukti-bukti tersebut menunjukkan bahwa Sekutu berniat memperlemah dan menghapuskan Khilafah. Namun demikian, tak satu pun dari kaum muslimin yang berkeinginan atau dapat menerima upaya penghapusan Khilafah itu. Bahkan para pengkhianat dari golongan muslim Arab yang berkomplot dengan Inggris justru menyerukan berdirinya Khilafah di tangan bangsa Arab. Sebagaimana bangsa TUrki, mereka dengan sepenuh hati mengikatkan diri mereka kepada Khilafah, cinta dan kesetiaan mereka berakar kuat dalam jiwa mereka. Bahkan para aktivis Turki Muda pun memiliki kesetiaan kepada Khilafah dan berupaya mempertahankan tiap bagian dari struktur bangunan Negara Islam. Tidak pernah terdengar ada seorang muslim yang mempunyai keinginan dan dapat menerima penghapusan Khilafah, apalagi yang berupaya menghapuskannya (Buku Konspirasi Barat Meruntuhkan Khilafah Islamiyyah).
Dengan demikian, penghapusan Khilafah merupakan keinginan yang berlebihan, meski bila seluruh wilayah kaum muslimin dikuasai para imperialis Eropa. Oleh sebab itu, negara-negara Sekutu menyembunyikan niat tersebut dan merahasiakannya rapat-rapat hingga tak seorang pun mengetahuinya. Sebagai gantinya, mereka berupaya menyerang Daulah Utsmaniy dari dalam melalui sejumlah inisiatif yang dapat membuat Daulah mundur dari peperangan dan membuat suatu perjanjian damai dengan Sekutu. Negara Sekutu memusatkan perhatian pada upaya ini dan mulai melaksanakannya (Buku Konspirasi Barat Meruntuhkan Khilafah Islamiyyah).
Sayangnya sejak berakhir PD I dengan kemenangan di pihak Sekutu, Lord Allenby, panglima perang Sekutu tatkala menaklukkan Baitul Maqdis (Palestina) berkata: “Sekarang berakhirlah perang Salib”. Sejak saat itu para penjajah kafir mulai menerapkan berbagai peraturan kapitalis di tengah-tengah kehidupan kita, mencakup seluruh aspek kehidupan, agar kemenangannya bersifat abadi. Maka kita wajib mengubah peraturan yang busuk dan rusak ini. Dengan peraturan ini kolonialisme terus berlanjut di negeri-negeri kita. Kita harus membongkar dari akarnya secara total, bahkan sampai yang sekecil-kecilnya sehingga kita dapat mengembalikan lagi kehidupan Islam (Kitab Nizhomul Islam). Tak ragu lagi, penerapan sistem kapitalisme-lah satu-satunya biang kerok kemerosotan kaum muslimin dari kejayaannya.

Potensi Negara Mandiri
Bukanlah suatu kebohongan publik jika kaum muslimin dunia tengah dijebak dalam krisis multidimensi sebagai konsekuensi atas imperialisme kapitalistik, termasuk yang saat ini dialami oleh Indonesia sebagai salah satu negeri muslim. Jika bangsa ini bersungguh-sungguh untuk keluar dari krisis multidimensi, maka persoalan mendasar yang harus terselesaikan adalah persoalan asasi yang mendasari bangsa ini yakni ideologi. Karena dengan ideologi suatu negara akan memecahkan persoalan kehidupannya berikut tata cara praktisnya. Maka dari itu, seorang penguasa harus memiliki konsep yang jelas dan benar bagaimana ia bisa menyediakan kebutuhan pangan, pakaian, rumah, bahan bakar, listrik, sarana transportasi, pendidikan, pelayanan kesehatan, dan keamanan bagi tiap warga negara. Konsep yang jelas dan benar itu telah ada dalam syariah Islam. Khilafah (penguasa) terikat untuk hanya mengimplementasikan konsep dari syariah Islam, bukan yang lain. Tidak hanya itu, ia seharusnya juga mampu mengimplementasikan konsepnya tersebut sehingga kesejahteraan rakyat terwujud. Firman Allah Swt: “Apakah hukum jahiliyah yang mereka kehendaki, dan hukum siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin.” (TQS. Al Maidah : 50). Serta: “Dan tidak patut bagi mukmin dan mukminat, apabila Allah dan RasulNya telah menetapkan suatu ketetapan, aka nada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barang siapa yang mendurhakai Allah dan RasulNya maka sungguh ia telah sesat, sesat yang nyata.” (TSQ. Al Ahzab: 36).
Selayaknya, negara mengelola keberlangsungan kehidupan masyarakat sebagaimana sabda Rasul saw: Muslim berserikat dalam tiga perkara, padang rumput, air dan api.” (HR. Abu Dawud dan Ahmad). Tidak boleh ada campur tangan swasta (privatisasi) dalam pengelolaan sumber daya alam. Hal ini pun perlu disinergiskan dengan strategi politik industri. Dimana, negara mampu menciptakan industri alat-alat (industri penghasil mesin) terlebih dahulu. Termasuk peralatan mesin mekanisasi pertanian untuk peningkatan produksi pangan. Selama berbagai peralatan kita masih tergantung pada Barat, selamanya pula Barat terus memiliki kesempatan untuk mendikte dan menghegemoni kita.
Sebagai manusia, penguasa memang berpeluang melakukan kesalahan. Dalam hal ini, rakyat wajib mengoreksi penguasanya. Rasul saw bersabda: “Sesungguhnya di antara aktivitas jihad yang paling agung adalah menyampaikan kata-kata yang adil (benar) kepada penguasa yang jahat.” (HR. At-Tirmidzi). Kesadaran rakyat dan penguasa terhadap kewajiban-kewajiban terkait kontrol dan kritik ini menjadi jaminan pemerintahan yang baik, adil, lurus dan bersih. Dalam suasana hubungan seperti inilah penguasa dan rakyat bekerjasama untuk mewujudkan kesejahteraan bagi setiap rakyat. Sehingga tiga pilar yang diperlukan, yakni individu yang bertaqwa, kontrol masyarakat dan penerapan oleh negara, kesejahteraan akan terwujud.
Indonesia adalah negeri Islam, maka Islamlah yang seyogyanya diambil sebagai asas bagi kehidupan bangsa ini. Karena Islam adalah ideologi yang memiliki konsep yang benar dalam menyelesaikan persoalan umat manusia atau bangsa. Islam memiliki tatanan sistem berbasis aqidah dan syariat Islam yang komprehensif. Dengan ini, syariah dan Khilafah adalah solusi fundamental bagi bangsa ini untuk keluar dari krisis multidimensi. Sistem politik Islam dalam bentuk kekhilafahan meniscayakan sebuah negara yang akan memiliki kemerdekaan dan kedaulatan penuh; sistem ekonomi Islam yang bergerak di sektor riil dan nonribawi, antikrisis, telah sangat jelas dapat mewujudkan kesejahteraan. Sistem ini bukan saja telah teruji, tapi juga terberkahi dunia-akhirat. Saatnya memberi kesempatan pada Islam untuk menjawab persoalan bangsa ini dan mengantarkan Indonesia sebagai bangsa besar, mandiri, kuat dan terdepan dalam naungan Khilafah Islamiyyah. Wallahu a’lam [].

Tidak ada komentar:

Posting Komentar