Rabu, 28 Maret 2012

Saat Isu BBM “Dipaksa” Menggerakkan Mahasiswa

[Upik Elvarelza dan Nindira Aryudhani]

Isu kenaikan harga BBM awal April nanti telah menuai protes dari berbagai kalangan. Bagaimanapun, kenaikan harga BBM memang berpotensi menimbulkan efek domino pada setiap lini kehidupan. Protes kenaikan BBM antara lain dilakukan oleh para mahasiswa, yang dengan berbagai latar belakangnya telah satu suara untuk menolak kenaikan harga BBM. Aksinya pun bermacam-macam, mulai dari mengadakan kajian dan diskusi di kampus, audiensi dengan institusi, hingga demonstrasi. Demonstrasi memang langkah efektif para mahasiswa untuk mengekspresikan kekecewaan sekaligus menyampaikan pernyataan sikap mereka terhadap kebijakan pemerintah yang terbukti menyengsarakan rakyat ini. Hal ini pun menjadi potensi yang tak diragukan, karena aksi mahasiswa memang pernah mampu membawa perubahan pada tahun 1998 saat melengserkan Soeharto.
Kini, berbagai aksi yang telah digelar pada umumnya menyuarakan “BBM naik, SBY turun”. Organisasi mahasiswa pun berusaha melakukan hal konkrit untuk menuju perubahan, seperti membakar ban, menyegel SPBU, membakar foto presiden dan semacamnya. Aksi unjuk rasa besar-besaran melibatkan buruh, mahasiswa, dan berbagai unsur elemen masyarakat telah diberitakan akan digelar pada 27 Maret 2012 di Jakarta, sejak beberapa hari sebelumnya. Aksi demo ini digelar untuk menentang rencana pemerintah menaikkan harga BBM bersubsidi (tribunnews.com, 24/03/2012).
 
Mendudukkan Permasalahan
Yang selanjutnya harus berani diakui, ternyata hal konkrit tersebut telah hampir permanen dianggap oleh para mahasiswa bahwa dengannya maka kebijakan yang menyengsarakan rakyat dapat dihentikan. Wajar jika hal ini menuai pro dan kontra dari masyarakat. Mengingat, tak jarang aksi yang dilakukan memang merugikan masyarakat, seperti kemacetan, rusaknya fasilitas publik dan keterlambatan pengiriman minyak karena truk pengisi BBM dihadang oleh mahasiswa. Secara logika, perubahan seperti apakah yang ingin diaruskan melalui langkah seperti ini? Apakah membakar ban dan penyegelan SPBU bisa mengubah kebijakan? Apakah mengganti presiden bisa menjamin turunnya harga BBM?
Kiranya, pernyataan Andi Nurpati, Mantan komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) cukup relevan. Andi Nurpati mengatakan bahwa siapapun presiden yang berkuasa, pasti akan menaikkan harga BBM pada akhirnya (tribunnews.com, 25/03/2012). Maka jelas, bahwa mindset tentang langkah konkrit tadi terkategori tidak solutif. Karena disadari atau tidak, memang tidak masuk akal.
Pergantian presiden yang telah berkali-kali selama ini tidak mampu membawa revolusi yang sejati. Hal ini karena akar permasalahannya terletak pada ideologi, bukan pada presiden. Buktinya, pelengseran Soekarno dan naiknya Soeharto adalah pergantian presiden sekaligus perubahan ideologi. Maka wajar, jika peraturan yang diterapkan juga memiliki karakter yang berbeda, tergantung pada ideologinya. Tapi faktanya, pelengseran Soeharto serta naiknya presiden-presiden setelahnya, hanyalah pergantian presiden, bukan ideologi. Maka tak heran, jika peraturan yang diterapkan sama-sama membuat rakyat terpuruk. Demikian pula di masa Soekarno. Karena ideologi yang pernah diterapkan, sama-sama tidak shohih.
Ideologi di negeri ini adalah ideologi yang salah, baik masa Soekarno maupun Soeharto dan setelahnya. Nyatanya, ideologi orde lama, orde baru dan pascareformasi melahirkan sistem pemerintahan yang rapuh. Terlebih orde baru dan pascareformasi, di mana muncul fenomena untuk bisa mengubah undang-undang sesuka hati sesuai dengan “keinginan” siapa saja yang sedang berkuasa. Contohnya saja UU Migas No.20 tahun 2001 pasal 28 yang sudah dianulir saat Purnomo Yusgiantoro masih menjabat sebagai Menteri ESDM. Tapi kemudian dihidupkan lagi saat jabatan tersebut digantikan oleh Jero Wacik, yang justru memberikan modifikasi pada UU tersebut, sehingga Pertamina tidak menjadi single player (Halqoh Islam dan Peradaban, 21/03/2012).
Jadi, kenaikan harga BBM ini jelas merupakan dampak penerapan sistem kapitalisme di negara ini. Kaum kapitalis telah mendikte para penguasa untuk meliberalisasi sumber daya alam, hingga menindas rakyat kita. Jadi, layakkah untuk masih percaya pada sistem berstandar ganda dan berasas manfaat ini? Jawabannya tidak.

Paradigma Perubahan
Uraian di atas jelas tidak bisa dibiarkan, sehingga harus menjadi motivasi untuk melakukan perubahan. Perubahannya pun bukan sebatas langkah konkrit secara fisik, melainkan harus berawal dari konsep yang mendasar. Jika permasalahan yang timbul berupa liberalisasi, maka perkara yang harus diganti adalah pihak yang telah melahirkan masalah tersebut, yaitu ideologi kapitalisme. Perubahan konsepnya pun harus dimulai dari penggantian ideologi yang memiliki kekuatan sebanding dengan ideologi kapitalisme, yaitu ideologi Islam, bukan yang lain.
Islam merupakan seperangkat aturan yang datang dari Allah Swt, Sang Pencipta manusia dan seluruh alam semesta, maka sudah pasti aturan tersebut sesuai untuk mengatur ciptaan-Nya. Dengan demikian, pengaturan kehidupan manusia yang meliputi pengelolaan sumberdaya energi, termasuk BBM, hanya akan mensejahterakan mereka jika diatur dengan sistem Islam. Rasulullaah saw bersabda: “Kaum muslim itu berserikat dalam tiga perkara. (Yaitu) air, padang gembalaan dan api. Menjualnya adalah haram.” (HR. Ibnu Majah no. 2463). Menurut madzhab Imam Syafi’i, Maliki dan Hanbali, yang dimaksud dengan api adalah berbagai sumber alam yang biasa digunakan untuk menghasilkan panas dan energi, seperti kayu, batu bara, gas alam dan minyak bumi (Buku “60 Hadits Sulthaniyah”). Dan BBM termasuk dalam kategori minyak bumi.
Oleh karena itu, negara tidak boleh mengadopsi pengelolaan BBM dengan model privatisasi liberal, di mana berbagai komoditas yang sangat dibutuhkan masyarakat justru dijual kepada perusahaan-perusahaan swasta, sehingga masyarakat tidak bisa mendapatkan haknya atas komoditas-komoditas tersebut kecuali hanya dengan membelinya. Kondisi seperti ini akan menciptakan sebuah masyarakat yang timpang. Karena golongan masyarakat yang memiliki kekayaan menjadi satu-satunya golongan yang tidak mampu mengakses berbagai layanan pokok (Buku “60 Hadits Sulthaniyah”).

Kondisi dan Sikap Mahasiswa
Selanjutnya, mahasiswa, sebagai kalangan intelektual dan pihak yang memiliki kapasitas berpikir lebih tinggi, tentu harus ambil bagian dalam sebuah arus perubahan pada setiap periode. Mahasiswa pun harus bergerak dengan landasan yang benar dan memiliki ketergabungan dalam tim yang solid untuk melaksanakan perubahan yang dicita-citakan.
Maka mari kita kritisi sejumlah iming-iming untuk mahasiswa seperti kabar bertandangnya sekelompok aktivis mahasiswa bersama rombongan Presiden SBY ke Beijing, Cina, di tengah berkecamuknya kondisi sosial-politik dalam negeri akibat isu kenaikan harga BBM.  Sejumlah pemuda Indonesia yang datang ke Beijing itu terdiri atas para pimpinan nasional dan daerah KNPI serta sejumlah anggota Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) beberapa universitas. Menurut Yudhoyono, para pemuda asal Indonesia dan asal Cina adalah aset kedua negara pada masa depan. Presiden menegaskan Indonesia dan Cina akan berubah pada dua puluh tahun atau tiga puluh tahun mendatang. Pada saat itu, para generasi muda yang akan memanggul kepemimpinan bangsa. Hubungan antarnegara seharusnya tidak hanya diisi dengan kerja sama pemerintahan, namun juga harus diisi dengan kerja sama kepemudaan dan pendidikan.  “Ini adalah modal yang luar biasa bagi hubungan strategis kedua negara,” katanya (antaranews.com, 24/03/2012).
Cina dan Indonesia sudah menjalin kerja sama di bidang pendidikan. Sejumlah mahasiswa Indonesia menuntut ilmu di negeri Tirai Bambu itu. Presiden membantah kedatangan para pemuda ke Cina atas inisiatif pemerintah Indonesia. Menurutnya, kedatangan para pemuda itu atas undangan pihak Cina, khususnya All Chinese Youth Federation. Hal yang sama juga diungkapkan oleh Deputi Menteri Bidang Pemberdayaan Pemuda Kementerian Pemuda dan Olahraga, Alfitra Salam. Menurutnya, keberangkatan para pemuda dan mahasiswa itu tidak membebani APBN. Khusus untuk BEM, menurut dia, hanya 15 BEM yang bersedia berangkat ke Cina, sedangkan yang lain menolak untuk berangkat. Sekitar 80 pemuda dan mahasiswa akan berada di Cina selama sembilan hari. Mereka akan mengunjungi beberapa tempat, antara lain sekolah-sekolah olahraga, dan beberapa tempat khas di Cina. Menurut Alfitra, para pemuda Indonesia dan Cina juga menandatangani sejumlah nota kesepahaman (antaranews.com, 24/03/2012).
Menteri Pemuda dan Olahraga Andi Mallarangeng juga telah menjelaskan bahwa undangan untuk pemuda dan BEM tidak ada hubungannya dengan kunjungan Presiden ke Cina meski waktunya bersamaan. Agendanya pun berbeda. Namun, pimpinan BEM justru mengaku menerima undangan dari Kemenpora dengan ajakan ke Cina bersama Presiden Yudhoyono (mediaindonesia.com, 22/3/2012). Jika kondisi mahasiswa mudah menerima rayuan seperti ini, maka siapa yang kemudian akan berani mengkritisi penyimpangan-penyimpangan akibat kebijakan kapitalistik Pemerintah sebagaimana kenaikan harga BBM? Mengingat, lawatan ke Cina itu berpotensi membungkam dan membunuh sikap kritis mahasiswa sebagai the agent of change. Dan ini bukan dongeng.
Terbukti, Kepala Divisi Humas BEM Universitas Indonesia (UI) Adi Pranata mengatakan bahwa Ketua BEM UI Faldo Maldini mengaku dihubungi seseorang dari Kemenpora yang mengundangnya mengikuti kunjungan Yudhoyono ke Cina selama lima hari, 20-25 Maret. Namun, Faldo menolak ajakan itu. Undangan itu datang di saat BEM UI bersama masyarakat sedang berjuang agar harga BBM tidak dinaikkan,” kata mahasiswa Fakultas Ekonomi UI itu. Tanpa sadar, mahasiswa yang memenuhi undangan ke Cina dinilai sebagai pengkhianat karena rakyat sedang berjuang agar harga BBM tidak naik (mediaindonesia.com, 22/3/2012). Demikian halnya dengan yang sebelumnya telah dikemukakan oleh Ketua BEM Universitas Muhammadiyah Prof Dr Hamka (Uhamka), Badrul Zaman, Wakil Presiden BEM Universitas Jayabaya, Tanggon, dan aktivis BEM Universitas Bung Karno (UBK) Deni. Mereka berbicara terkait ajakan Kemenpora kepada aktivis BEM untuk berkunjung ke Cina (globalmuslimcommunity, 21/03/2012).

Khatimah
Kita seharusnya tidak sekedar menolak kenaikan BBM tapi juga mencampakkan sistem demokrasi dan menggantinya dengan syariah dalam bingkai Khilafah. penolakan sistem demokrasi adalah bagian dari keimanan. Demokrasi adalah sistem kufur yang bertentangan dengan akidah dan syariat Islam. Hal ini terjadi lantaran Demokrasi telah melegitimasi manusia untuk membuat hukum di atas hukum Allah. Maka siapa pun penguasa dari sistem kufur tersebut ia adalah penguasa yang zalim, karena penguasa yang mengurus pemerintahan saat ini tidak berdasarkan Islam.
Perguliran waktu harus menjadikan mahasiswa senantiasa berorientasi sebagai kaum pemikir dengan mindset sebagai the agent of change atas landasan keyakinan terhadap ridho Allah Swt. Hal ini sebagaimana firman Allah Swt dalam QS. Adz-Dzariyat ayat 56: “Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku.” Serta QS. Ar-Ra’du ayat 11: ”…Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan suatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, maka tak ada yang dapat menolaknya dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia.
Dengan demikian, arah dan posisi pergerakan mahasiswa telah menjadi jelas dalam mengkritisi isu kenaikan harga BBM. Ternyata isu tersebut tidak membutuhkan “langkah konkrit” sebagai solusinya. Tapi lebih jauh lagi, langkah konkrit yang mampu menggerakkan hanya bisa dilakukan dengan mulai mengubah arah pemikiran yang akan memandu dan mendeskripsikan target yang ingin diraih oleh mahasiswa menuju sebuah perubahan sejati.
Wallaahu a’lam bish showab [].


1 komentar:

  1. Hari ini kaum Muslimin berada dalam situasi di mana aturan-aturan kafir sedang diterapkan. Maka realitas tanah-tanah Muslim saat ini adalah sebagaimana Rasulullah Saw. di Makkah sebelum Negara Islam didirikan di Madinah. Oleh karena itu, dalam rangka bekerja untuk pendirian Negara Islam, kita perlu mengikuti contoh yang terbangun di dalam Sirah. Dalam memeriksa periode Mekkah, hingga pendirian Negara Islam di Madinah, kita melihat bahwa RasulAllah Saw. melalui beberapa tahap spesifik dan jelas dan mengerjakan beberapa aksi spesifik dalam tahap-tahap itu

    BalasHapus