Sabtu, 07 April 2012

PENUNDAAN KENAIKAN HARGA BBM TETAP MENYENGSARAKAN PEREMPUAN

[Nindira Aryudhani, S.Pi., M.Si.]

Muqodimah: Harga BBM Tak Jadi Naik
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono telah menegaskan bahwa pemerintah tidak menaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi per 1 April 2012. Menaikkan harga BBM, katanya, merupakan jalan terakhir yang akan dipilih jika tidak ada lagi solusi lebih baik. “Rakyat Indonesia tahu, walau sejak Oktober 2011, harga BBM terus melonjak, tapi sampai sekarang, pemerintah belum menaikkan harga karena pemerintah terus berupaya mencari cari solusi lain, manakala solusi itu dapat ditemukan,” kata SBY (kompas.com, 01/04/2012).
Pemerintah, kata SBY, akan terus mencermati perkembangan harga minyak dunia dalam menentukan apakah akan menyesuaikan harga BBM atau akan bertahan dengan harga BBM yang ada. Sesuai dengan aturan baru dalam APBN-Perubahan yang diputuskan melalui rapat paripurna DPR, Jumat (30/03/2012) hingga Sabtu (31/03/2012), jika ada lonjakan harga minyak pada bulan-bulan mendatang, pemerintah berkewajiban mengkaji ulang harga BBM yang ada. “Kita tarik mundur dalam 6 bulan terakhir, dan apakah sudah diperlukan untuk naikkan harga BBM atau belum, atau tidak perlu ada kenaikan harga itu. Pemerintah akan terus taat asas dan hormati undang-undang yang berlaku,” katanya. Hal tersebut disampaikan SBY dalam jumpa pers yang dilakukan di Istana Negara, Jakarta, Sabtu (31/03/2012). Jumpa pers seusai rapat kabinet itu dihadiri para menteri Kabinet Indonesia Bersatu II dan pejabat setingkat menteri (kompas.com, 01/04/2012).
Dalam rapat paripurna DPR yang berakhir Sabtu dini hari tersebut, disepakati penambahan ayat 6a dalam pasal 7 Undang-Undang No.22 Tahun 2011 tentang APBN 2012. Makna pasal tujuh beserta ayat tambahannya tersebut adalah, pemerintah berwenang menyesuaikan harga BBM manakala ada perubahan 15% atau lebih rata-rata selama enam bulan terakhir terhadap ICP. Pemerintah juga diberikan kewenangan untuk menetapkan kebijakan pendukung sebagai respon dari penyesuaian harga BBM tersebut. SBY mengatakan, sebagai presiden yang pernah menaikan maupun menurunkan harga BBM, dirinya mengetahui dampak kenaikan harga BBM terhadap masyarakat. Selama delapan tahun memerintah, SBY tiga kali menaikkan harga BBM dan tiga kali pula menurunkannya. Dia mengatakan, menaikkan harga BBM bukanlah suatu kebijakan yang baru. Hal itu juga dilakukan pemerintah-pemerintah sebelumnya. Berdasarkan catatan, sejak Indonesia merdeka, kata Presiden, pemerintah 38 kali menaikkan harga BBM (kompas.com, 01/04/2012).
”Di era reformasi, tujuh kali, termasuk di saat Presiden Gus Dur dan Megawati,” katanya. Meskipun demikian, menurut SBY, kenaikan harga BBM dilakukan demi menyelamatkan ekonomi nasional. Kemudian jika kenaikan BBM itu diputuskan, maka pasti ada bantuan dan perlindungan para rakyat miskin atau yang berpenghasilan rendah. ”Dengan penjelasan ini, terikat pula dengan ketentuan pasal 6 ayat a, dengan sendirinya tidak ada kenaikan pada 1 April,” tegas SBY (kompas.com, 01/04/2012).
BBM dan Perempuan
Mendukung kebijakan Kepala Negara, Ibu Negara Ani Yudhoyono angkat bicara. Dia menegaskan, kebijakan menaikkan harga BBM yang dilakukan oleh pemerintah bukan untuk menyengsarakan rakyat. “Sekali lagi, ini bukan untuk menyengsarakan rakyat. Tapi, untuk menyelamatkan ekonomi nasional dan APBN kita,” ujarnya. Ani yang berbicara di hadapan sekitar 1.000 peserta acara yang mayoritas kaum perempuan itu cukup fasih menjelaskan penyebab pemerintah harus menaikkan harga BBM (beritasatu.com, 21/03/2012).
Karena krisis politik di Timur Tengah, menurut Ibu Ani, harga minyak mentah dunia terus melambung hingga berada pada kisaran 120 dolar Amerika Serikat (AS) per barel. Harga itu, lanjut dia, telah melampaui harga asumsi dalam APBN yang dipatok pada angka 90 dolar AS per barel. Ani mengakui, menaikkan harga BBM bukanlah suatu kebijakan populis. Selama tujuh tahun mendampingi Presiden SBY memimpin pemerintahan, ia pun mengakui kebijakan menaikkan harga BBM adalah pilihan yang tidak mudah. Namun, katanya, keputusan tersebut tetap harus diambil demi penyehatan ekonomi jangka panjang. Ani pun tidak lupa meminta dukungan masyarakat agar DPR menyetujui usulan pemerintah untuk memberikan Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (BLSM) sebesar Rp150 ribu per bulan selama sembilan bulan, beasiswa bagi masyarakat miskin, serta pemberian beras untuk rakyat miskin selama 14 bulan yang tadinya hanya untuk 12 bulan (beritasatu.com, 21/03/2012).
Entah apa landasan pernyataan Bapak Presiden dan Ibu Negara ini? Nampaknya mereka tidak merasa bersalah karena rezimnya sudah berniat menaikkan harga BBM. Nyatanya, kenaikan harga BBM dipastikan ikut mengerek naik harga sembako, sehingga beban kehidupan masyarakat akan semakin berat. Logikanya, jika negara ini ibarat satu tubuh, di mana segala aktivitas kehidupan terjadi berkesinambungan di dalamnya, maka BBM ibarat darahnya. Tak heran jika harga BBM naik, berarti “darah” akan sulit mengalir dan kehidupan akan tersendat, akibatnya “tubuh” sekarat. Sehingga itu akan benar-benar menjadi ladang pembunuhan perlahan bagi rakyat yang hidup di negara tersebut.
Yang lebih menyakitkan bagi rakyat adalah kepergian Ibu Ani Yudhoyono bersama Presiden SBY ke luar negeri saat tanah air bergolak. Sehingga menimbulkan keprihatinan yang mendalam di kalangan aktivis. Tak heran jika Ketua Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (SBSI), Ajat Sudrajat, berang dan menuding SBY sebagai presiden yang penakut dan tak bertanggung jawab (voa-islam.com, 28/03/2012).
Ketua Umum Muslimat Nahdlatul Ulama, Khofifah Indar Parawansa, turut sumbang suara. Khofifah bahkan mengatakan bahwa kaum perempuan akan paling merasakan dampak kenaikan harga BBM. Sebab, merekalah yang setiap hari bersentuhan langsung dengan kebutuhan rumah tangga setiap hari. “Ibu-ibu akan sangat merasakan dampak kenaikan harga BBM. Ibu-ibu lah yang setiap hari mengatur keuangan keluarga,” kata Khofifah (republika.co.id, 26/03/2012).
Menurut mantan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak itu, harga BBM dipastikan akan berpengaruh pada harga sembako. Dengan demikian, daya beli beli masyarakat akan menurun. Padahal, sembako adalah kebutuhan masyarakat yang harus dipenuhi setiap hari. “Kalau BBM sudah naik, pasti beras naik, minyak goreng naik, gula naik, dan barang-barang lainnya juga naik,” jelasnya. Khofifah menambahkan, menjelang 1 April ibu-ibu rumah tangga banyak yang gelisah dan sedih. Mereka benar-benar khawatir harga BBM akan naik. “Kalau sembako naik, belum tentu uang belanja dari suami naik,” tambahnya (republika.co.id, 26/03/2012).
Dewi Aryani, anggota Komisi VII DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan, pun senada. Ia mengatakan bahwa imbas kenaikan harga BBM secara langsung memberikan beban tambahan kepada seluruh perempuan Indonesia, sebagai penjaga garda pengelolaan ekonomi keluarga. Karena, perempuan-lah yang mengelola manajemen rumah tangga, dan jelas paling tahu bagaimana melambungnya semua harga sembako, transportasi, biaya pendidikan, serta biaya kesehatan. Sehingga, Dewi menyerukan agar seluruh perempuan Indonesia menggelar gerakan santun untuk menolak kenaikan harga BBM (tribunnews.com, 24/03/2012).
Dewi juga tak sepakat dengan Ibu Negara, yang mendorong agar perempuan menerima kenaikan harga BBM, dengan alasan untuk menyelamatkan ekonomi nasional. “Pertanyaannya, kenapa yang salah mengelola negara ini pemerintah, kok yang disuruh menyelamatkan rakyat, dan perempuan diminta menerima dan mengerti? Amat tidak manusiawi memaksakan kehendak kepada rakyat, di mana nyata-nyata kedaulatan rakyat sudah terampas oleh pemerintah”, ujar Dewi (tribunnews.com, 24/03/2012).

Kenaikan Harga BBM, Kebijakan Dzolim
Pascaruntuhnya Khilafah Islamiyyah, umat Islam mengalami kemunduran luar biasa di berbagai lapangan kehidupan. Terkuburnya sistem Islam, berganti dengan sistem sekular, turut mengubur kemuliaan kaum muslimin. Sistem kapitalis-sekular yang mengungkung masyarakat, telah membuat kehidupan serba sempit dan menghimpit. Berbagai krisis terus mewarnai kehidupan masyarakat. Rencana kenaikan harga BBM sebagai bagian  dari kebijakan di bidang ekonomi, meski selalu diklaim oleh pemerintah untuk memperbaiki perekonomian nasional, masih menjadi potret buram di masyarakat. Sementara di sisi lain, korupsi kian menjadi budaya. Kisah pilu rakyat dalam menyikapi rencana kenaikan harga BBM ini, bukanlah cerita dari negeri antah-berantah. Namun nyata terjadi sekarang, di negeri kaya minyak ini.
Kenaikan harga BBM menunjukkan kedzoliman sedang berlangsung. Minyak merupakan kurnia Allah SWT bagi seluruh rakyat; hak rakyat. Namun, justru diserahkan kepada pihak asing. Menurut data dari Dirjen Migas (2009), Pertamina sebagai perusahaan Pemerintah hanya menguasai 16% produksi minyak. Sisanya dikuasai oleh asing. Ini merupakan sarana makin kokohnya cengkeraman penjajahan asing di negeri ini. Hal itu adalah haram. Kenaikan harga BBM akan merugikan para penggunanya yang mayoritasnya adalah rakyat miskin. Hasil survey ekonomi nasional (SUSENAS 2010) menunjukkan bahwa pengguna BBM 65% adalah rakyat kelas bawah dan miskin, 27% menengah, 6% menengah ke atas, dan hanya 2% orang kaya. Jadi siapa yang akan paling sengsara?
Pemerintah itu dipilih oleh rakyat, maka rakyatlah yang menjadi tuannya dan pemeritah yang melayani rakyat. Semestinya aspirasi rakyat diperhatikan oleh pemerintah. Justru di sini ada fakta aneh. Hasil survei yang dilakukan oleh Lingkaran Survey Indonesia (LSI, 11/3/2012) menunjukkan bahwa 89,20% masyarakat desa dan 77,91% masyarakat kota menolak kenaikan BBM. Rata-rata rakyat yang menolak kenaikan BBM adalah 86%, mayoritas rakyat menolak kenaikan harga BBM. Kalau benar pemerintah memperhatikan rakyat dan mengabdi demi kepentingan rakyat, lalu kenapa justru aspirasi rakyat itu tak digubris oleh pemerintah? Jawabannya jelas, karena mereka lebih mengabdi kepada kepentingan asing penjajah.
Tidak mengherankan, karena pihak yang secara tegas mendukung kenaikan harga BBM adalah lembaga asing dan pihak yang menjadi komprador asing. Sekadar contoh, rencana pemerintah untuk menaikkan harga BBM subsidi sebesar Rp 1.500 segera saja didukung oleh lembaga pemeringkat asing Fitch Ratings (10/3/2012). Alasannya, kebijakan ini bakal positif terhadap peringkat utang luar negeri Pemerintah. Jelas sekali, penguasa lebih memihak kehendak asing daripada aspirasi mayoritas rakyatnya sendiri. Tindakan demikian merupakan tindak pengkhianatan terhadap rakyat. Dengan semua itu, mereka sama saja telah mengkhianati amanah memelihara dan mengurus urusan rakyat. Dan semua itu terjadi karena lebih memilih sistem kapitalisme liberal yang mengharuskan liberalisasi migas yang menjadi biang kerok masalah ini. Hal itu juga bisa dinilai sebagai pengkhianatan kepada Allah Swt dan Rasul-Nya saw. Benarlah firman Allah Swt: “Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).” (TQS Ar-Ruum [30]: 41).
Tak ragu lagi, kedzoliman ini harus segera dihentikan. Liberalisasi migas yang jadi biang keroknya harus diakhiri. Sistem kapitalisme yang menjadi pangkalnya harus segera dicampakkan. Migas dan kekayaan alam harus dikelola sesuai tuntutan syariah untuk kemaslahatan dan kesejahteraan seluruh rakyat, muslim dan non muslim.

Khatimah: Perempuan dan Khilafah
Realita buruknya kondisi masyarakat termasuk perempuan, merupakan hal yang wajar jika dikaitkan dengan situasi global yang tengah didominasi sistem kapitalisme. Sistem yang tegak di atas asas sekularisme-liberalisme ini memang memiliki watak imperialistik dan eksploitatif. Kerusakan sistemik seperti saat ini jelas tidak bisa dibiarkan, sehingga harus dilakukan perubahan. Jika sistem kapitalisme-sekular terbukti gagal mensejahterakan apalagi memuliakan dan melindungi perempuan, maka sekarang saatnya menguji kemampuan sistem Islam sebagai satu-satunya sistem pengganti kapitalisme. Dengan demikian, pengaturan kehidupan manusia yang meliputi pengelolaan sumberdaya energi, termasuk BBM, hanya akan mensejahterakan mereka jika diatur dengan sistem Islam. Rasulullaah saw bersabda: “Kaum muslim itu berserikat dalam tiga perkara. (Yaitu) air, padang gembalaan dan api. Menjualnya adalah haram.” (HR. Ibnu Majah no. 2463).
Di antara sekian tanggung jawab dan kewajiban perempuan, Allah Swt telah menetapkan bahwa tugas utama perempuan adalah ummun wa robbatul bayt (ibu dan pengatur rumah tangga). Sebagaimana sabda Rasulullaah saw: “Setiap diri kalian adalah pemimpin. Masing-masing kalian akan dimintai pertanggungjawaban atas apa yang dipimpinnya. Seorang imam adalah pemimpin, ia bertanggung jawab atas apa yang dipimpinnya. Seorang laki-laki (suami) adalah pemimpin keluarganya, ia bertanggung jawab atas apa yang dipimpinnya. Seorang perempuan (istri) adalah pemimpin (pengurus) rumah suaminya dan anak-anaknya, ia bertanggung jawab atas apa yang dipimpinnya.” (HR Bukhori dan Muslim). Dalam sekup ekonomi rumah tangga, perempuan adalah pengelola. Maka, kebijakan perekonomian nasional yang kapitalistik, seperti kenaikan harga BBM, terbukti akan berefek domino, termasuk bisa membuat kaum perempuan kalang kabut.
Oleh karena itu, kita wajib memberikan perhatian yang besar terhadap terlaksananya tugas utama perempuan sebagai ummun wa robbatul bayt. Sebab, terlaksananya tugas utama ini sangat menentukan kebahagiaan keluarga dan kualitas generasi yang dihasilkan. Hingga memperoleh kesejahteraan dan meraih kemuliaan di dunia dan akhirat. Dan jalannya hanya satu, menerapkan syariah Islam secara utuh dalam bingkai sistem Khilafah Rasyidah ‘ala minhaj an-nubuwah.
Wallâh a’lam bi ash-shawâb. []

Tidak ada komentar:

Posting Komentar