[Nindira Aryudhani, S.Pi., M.Si.]
Muqodimah: Harga BBM Tak Jadi Naik
Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono telah menegaskan bahwa pemerintah tidak menaikan harga bahan bakar
minyak (BBM) bersubsidi per 1 April 2012. Menaikkan harga BBM, katanya,
merupakan jalan terakhir yang akan dipilih jika tidak ada lagi solusi lebih
baik. “Rakyat Indonesia tahu, walau sejak Oktober 2011, harga BBM terus
melonjak, tapi sampai sekarang, pemerintah belum menaikkan harga karena
pemerintah terus berupaya mencari cari solusi lain, manakala solusi itu dapat
ditemukan,” kata SBY (kompas.com, 01/04/2012).
Pemerintah, kata SBY, akan terus mencermati perkembangan harga minyak dunia dalam
menentukan apakah akan menyesuaikan harga BBM atau akan bertahan dengan harga
BBM yang ada. Sesuai dengan aturan baru dalam APBN-Perubahan yang diputuskan
melalui rapat paripurna DPR, Jumat (30/03/2012) hingga Sabtu (31/03/2012), jika
ada lonjakan harga minyak pada bulan-bulan mendatang, pemerintah berkewajiban
mengkaji ulang harga BBM yang ada. “Kita tarik mundur dalam 6 bulan terakhir,
dan apakah sudah diperlukan untuk naikkan harga BBM atau belum, atau tidak
perlu ada kenaikan harga itu. Pemerintah akan terus taat asas dan hormati
undang-undang yang berlaku,” katanya. Hal tersebut disampaikan SBY dalam jumpa
pers yang dilakukan di Istana Negara, Jakarta, Sabtu (31/03/2012). Jumpa pers
seusai rapat kabinet itu dihadiri para menteri Kabinet Indonesia Bersatu II dan
pejabat setingkat menteri (kompas.com, 01/04/2012).
Dalam rapat paripurna DPR
yang berakhir Sabtu dini hari tersebut, disepakati penambahan ayat 6a dalam
pasal 7 Undang-Undang No.22 Tahun 2011 tentang APBN 2012. Makna pasal tujuh
beserta ayat tambahannya tersebut adalah, pemerintah berwenang menyesuaikan
harga BBM manakala ada perubahan 15% atau lebih rata-rata selama enam bulan
terakhir terhadap ICP. Pemerintah juga diberikan kewenangan untuk menetapkan
kebijakan pendukung sebagai respon dari penyesuaian harga BBM tersebut. SBY mengatakan,
sebagai presiden yang pernah menaikan maupun menurunkan harga BBM, dirinya
mengetahui dampak kenaikan harga BBM terhadap masyarakat. Selama delapan tahun
memerintah, SBY tiga kali menaikkan harga BBM dan tiga kali pula menurunkannya.
Dia mengatakan, menaikkan harga BBM bukanlah suatu kebijakan yang baru. Hal itu
juga dilakukan pemerintah-pemerintah sebelumnya. Berdasarkan catatan, sejak
Indonesia merdeka, kata Presiden, pemerintah 38 kali menaikkan harga BBM
(kompas.com, 01/04/2012).
”Di era reformasi, tujuh
kali, termasuk di saat Presiden Gus Dur dan Megawati,” katanya. Meskipun
demikian, menurut SBY, kenaikan harga BBM dilakukan demi menyelamatkan ekonomi
nasional. Kemudian jika kenaikan BBM itu diputuskan, maka pasti ada bantuan dan
perlindungan para rakyat miskin atau yang berpenghasilan rendah. ”Dengan
penjelasan ini, terikat pula dengan ketentuan pasal 6 ayat a, dengan sendirinya
tidak ada kenaikan pada 1 April,” tegas SBY (kompas.com, 01/04/2012).
BBM dan Perempuan
Mendukung kebijakan Kepala
Negara, Ibu Negara Ani Yudhoyono angkat bicara. Dia menegaskan, kebijakan
menaikkan harga BBM yang dilakukan oleh pemerintah bukan untuk menyengsarakan
rakyat. “Sekali lagi, ini bukan untuk menyengsarakan rakyat. Tapi, untuk menyelamatkan
ekonomi nasional dan APBN kita,” ujarnya. Ani yang berbicara di hadapan sekitar
1.000 peserta acara yang mayoritas kaum perempuan itu cukup fasih menjelaskan
penyebab pemerintah harus menaikkan harga BBM (beritasatu.com, 21/03/2012).
Karena krisis politik di
Timur Tengah, menurut Ibu
Ani, harga minyak mentah dunia terus
melambung hingga berada pada kisaran 120 dolar Amerika Serikat (AS) per barel.
Harga itu, lanjut dia, telah melampaui harga asumsi dalam APBN yang dipatok
pada angka 90 dolar AS per barel. Ani mengakui, menaikkan harga BBM bukanlah
suatu kebijakan populis. Selama tujuh tahun mendampingi Presiden SBY memimpin
pemerintahan, ia pun mengakui kebijakan menaikkan harga BBM adalah pilihan yang
tidak mudah. Namun, katanya, keputusan tersebut tetap harus diambil demi penyehatan
ekonomi jangka panjang. Ani pun tidak lupa meminta
dukungan masyarakat agar DPR menyetujui usulan pemerintah untuk memberikan
Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (BLSM) sebesar Rp150 ribu per bulan
selama sembilan bulan, beasiswa bagi masyarakat miskin, serta pemberian beras
untuk rakyat miskin selama 14 bulan yang tadinya hanya untuk 12 bulan (beritasatu.com, 21/03/2012).
Entah apa landasan
pernyataan Bapak Presiden dan Ibu Negara ini? Nampaknya mereka tidak merasa bersalah karena rezimnya sudah berniat menaikkan
harga BBM. Nyatanya, kenaikan harga BBM dipastikan ikut mengerek naik harga
sembako, sehingga beban kehidupan masyarakat akan semakin berat. Logikanya, jika negara ini ibarat satu tubuh, di mana
segala aktivitas kehidupan terjadi berkesinambungan di dalamnya, maka BBM ibarat
darahnya. Tak heran jika harga BBM naik, berarti “darah” akan sulit mengalir
dan kehidupan akan tersendat, akibatnya “tubuh” sekarat. Sehingga itu akan
benar-benar menjadi ladang pembunuhan perlahan bagi rakyat yang hidup di negara
tersebut.
Yang
lebih menyakitkan bagi rakyat adalah kepergian Ibu Ani Yudhoyono bersama Presiden SBY ke luar
negeri saat tanah air bergolak. Sehingga menimbulkan keprihatinan
yang mendalam di kalangan aktivis. Tak heran jika Ketua
Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (SBSI), Ajat Sudrajat, berang dan menuding SBY sebagai presiden yang penakut dan
tak bertanggung jawab
(voa-islam.com, 28/03/2012).
Ketua Umum
Muslimat Nahdlatul Ulama, Khofifah Indar Parawansa, turut sumbang suara. Khofifah bahkan mengatakan bahwa kaum
perempuan akan paling merasakan dampak kenaikan harga BBM. Sebab, merekalah
yang setiap hari bersentuhan langsung dengan kebutuhan rumah tangga setiap
hari. “Ibu-ibu akan sangat merasakan dampak kenaikan harga BBM. Ibu-ibu lah
yang setiap hari mengatur keuangan keluarga,” kata Khofifah (republika.co.id,
26/03/2012).
Menurut mantan
Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak itu, harga BBM
dipastikan akan berpengaruh pada harga sembako. Dengan demikian, daya beli beli
masyarakat akan menurun. Padahal, sembako adalah kebutuhan masyarakat yang
harus dipenuhi setiap hari. “Kalau BBM sudah naik, pasti beras naik, minyak
goreng naik, gula naik, dan barang-barang lainnya juga naik,” jelasnya. Khofifah
menambahkan, menjelang 1 April ibu-ibu rumah tangga banyak yang gelisah dan
sedih. Mereka benar-benar khawatir harga BBM akan naik. “Kalau sembako naik,
belum tentu uang belanja dari suami naik,” tambahnya (republika.co.id, 26/03/2012).
Dewi Aryani, anggota Komisi VII DPR RI
dari Fraksi PDI Perjuangan, pun senada. Ia mengatakan bahwa imbas kenaikan
harga BBM secara langsung memberikan beban tambahan kepada seluruh perempuan
Indonesia, sebagai penjaga garda pengelolaan ekonomi keluarga. Karena,
perempuan-lah yang mengelola manajemen rumah tangga, dan jelas paling tahu
bagaimana melambungnya semua harga sembako, transportasi, biaya pendidikan,
serta biaya kesehatan. Sehingga, Dewi menyerukan agar seluruh perempuan
Indonesia menggelar gerakan santun untuk menolak kenaikan harga BBM (tribunnews.com,
24/03/2012).
Dewi juga tak sepakat dengan Ibu
Negara, yang mendorong agar perempuan menerima kenaikan harga BBM, dengan
alasan untuk menyelamatkan ekonomi nasional. “Pertanyaannya, kenapa yang salah mengelola negara ini
pemerintah, kok yang disuruh menyelamatkan rakyat, dan perempuan diminta
menerima dan mengerti? Amat tidak manusiawi memaksakan kehendak kepada rakyat,
di mana nyata-nyata kedaulatan rakyat sudah terampas oleh pemerintah”, ujar
Dewi (tribunnews.com, 24/03/2012).
Kenaikan
Harga BBM, Kebijakan Dzolim
Pascaruntuhnya
Khilafah Islamiyyah, umat Islam mengalami kemunduran luar biasa di berbagai
lapangan kehidupan. Terkuburnya sistem Islam, berganti dengan sistem sekular,
turut mengubur kemuliaan kaum muslimin. Sistem kapitalis-sekular yang
mengungkung masyarakat, telah membuat kehidupan serba sempit dan menghimpit.
Berbagai krisis terus mewarnai kehidupan masyarakat. Rencana kenaikan harga BBM
sebagai bagian dari kebijakan di bidang
ekonomi, meski selalu diklaim oleh pemerintah untuk memperbaiki perekonomian
nasional, masih menjadi potret buram di masyarakat. Sementara di sisi lain,
korupsi kian menjadi budaya. Kisah pilu rakyat dalam menyikapi rencana kenaikan
harga BBM ini, bukanlah cerita dari negeri antah-berantah. Namun nyata terjadi
sekarang, di negeri kaya minyak ini.
Kenaikan harga
BBM menunjukkan kedzoliman sedang berlangsung. Minyak merupakan kurnia
Allah SWT bagi seluruh rakyat; hak rakyat. Namun, justru diserahkan kepada pihak asing. Menurut data dari Dirjen Migas (2009), Pertamina
sebagai perusahaan Pemerintah hanya menguasai 16% produksi minyak. Sisanya
dikuasai oleh asing. Ini merupakan sarana makin kokohnya cengkeraman penjajahan
asing di negeri ini. Hal itu adalah haram. Kenaikan harga BBM akan merugikan
para penggunanya yang mayoritasnya adalah rakyat miskin. Hasil survey ekonomi
nasional (SUSENAS 2010) menunjukkan bahwa pengguna BBM 65% adalah rakyat kelas
bawah dan miskin, 27% menengah, 6% menengah ke atas, dan hanya 2% orang kaya. Jadi siapa yang akan paling
sengsara?
Pemerintah itu dipilih oleh rakyat, maka rakyatlah yang
menjadi tuannya dan pemeritah yang melayani rakyat. Semestinya aspirasi rakyat
diperhatikan oleh pemerintah. Justru di sini ada fakta aneh. Hasil survei yang dilakukan
oleh Lingkaran Survey Indonesia (LSI, 11/3/2012) menunjukkan bahwa 89,20% masyarakat desa dan 77,91% masyarakat kota menolak kenaikan BBM. Rata-rata rakyat yang menolak kenaikan BBM adalah 86%, mayoritas rakyat menolak kenaikan harga BBM. Kalau benar pemerintah memperhatikan rakyat dan mengabdi demi kepentingan rakyat, lalu kenapa
justru aspirasi rakyat itu tak digubris oleh
pemerintah? Jawabannya jelas, karena mereka lebih mengabdi kepada kepentingan
asing penjajah.
Tidak
mengherankan, karena pihak yang secara tegas mendukung kenaikan harga BBM
adalah lembaga asing dan pihak yang menjadi komprador asing. Sekadar contoh,
rencana pemerintah untuk menaikkan harga BBM subsidi sebesar Rp 1.500 segera
saja didukung oleh lembaga pemeringkat asing Fitch Ratings (10/3/2012).
Alasannya, kebijakan ini bakal positif terhadap peringkat utang luar negeri
Pemerintah. Jelas sekali, penguasa lebih memihak kehendak asing daripada
aspirasi mayoritas rakyatnya sendiri. Tindakan demikian merupakan tindak
pengkhianatan terhadap rakyat. Dengan semua itu, mereka sama saja telah
mengkhianati amanah memelihara dan mengurus urusan rakyat. Dan semua itu
terjadi karena lebih memilih sistem kapitalisme liberal yang mengharuskan
liberalisasi migas yang menjadi biang kerok masalah ini. Hal itu juga bisa
dinilai sebagai pengkhianatan kepada Allah Swt dan Rasul-Nya saw. Benarlah firman
Allah Swt: “Telah nampak kerusakan di
darat dan
di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan
kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali
(ke jalan yang benar).”
(TQS Ar-Ruum [30]: 41).
Tak ragu lagi, kedzoliman ini harus segera dihentikan. Liberalisasi migas yang jadi
biang keroknya harus diakhiri. Sistem kapitalisme yang menjadi pangkalnya harus
segera dicampakkan. Migas dan kekayaan alam harus dikelola sesuai tuntutan
syariah untuk kemaslahatan dan kesejahteraan seluruh rakyat, muslim dan non
muslim.
Khatimah:
Perempuan dan Khilafah
Realita buruknya kondisi masyarakat termasuk perempuan,
merupakan hal yang wajar jika dikaitkan dengan situasi global yang tengah
didominasi sistem kapitalisme. Sistem yang tegak di atas asas
sekularisme-liberalisme ini memang memiliki watak imperialistik dan
eksploitatif. Kerusakan sistemik seperti saat
ini jelas tidak bisa dibiarkan, sehingga harus dilakukan perubahan. Jika
sistem kapitalisme-sekular terbukti gagal mensejahterakan apalagi memuliakan dan
melindungi perempuan, maka sekarang saatnya menguji kemampuan sistem Islam
sebagai satu-satunya sistem pengganti kapitalisme. Dengan demikian, pengaturan
kehidupan manusia yang meliputi pengelolaan sumberdaya energi, termasuk BBM,
hanya akan mensejahterakan mereka jika diatur dengan sistem Islam. Rasulullaah
saw bersabda: “Kaum muslim
itu berserikat dalam tiga perkara. (Yaitu) air, padang gembalaan dan api.
Menjualnya adalah haram.”
(HR. Ibnu Majah no. 2463).
Di antara sekian tanggung jawab dan
kewajiban perempuan, Allah Swt telah menetapkan bahwa tugas utama perempuan
adalah ummun wa robbatul bayt (ibu
dan pengatur rumah tangga). Sebagaimana sabda Rasulullaah saw: “Setiap diri kalian adalah pemimpin.
Masing-masing kalian akan dimintai pertanggungjawaban atas apa yang
dipimpinnya. Seorang imam adalah pemimpin, ia bertanggung jawab atas apa yang
dipimpinnya. Seorang laki-laki (suami) adalah pemimpin keluarganya, ia
bertanggung jawab atas apa yang dipimpinnya. Seorang perempuan (istri) adalah
pemimpin (pengurus) rumah suaminya dan anak-anaknya, ia bertanggung jawab atas
apa yang dipimpinnya.” (HR Bukhori dan Muslim). Dalam sekup ekonomi rumah
tangga, perempuan adalah pengelola. Maka, kebijakan perekonomian nasional yang
kapitalistik, seperti kenaikan harga BBM, terbukti akan berefek domino,
termasuk bisa membuat kaum perempuan kalang kabut.
Oleh karena itu, kita wajib memberikan perhatian yang
besar terhadap terlaksananya tugas utama perempuan sebagai ummun wa robbatul bayt. Sebab, terlaksananya tugas utama ini sangat
menentukan kebahagiaan keluarga dan kualitas generasi yang dihasilkan. Hingga memperoleh kesejahteraan dan meraih kemuliaan di dunia
dan akhirat. Dan jalannya hanya satu, menerapkan syariah Islam secara
utuh dalam bingkai sistem Khilafah
Rasyidah ‘ala minhaj an-nubuwah.
Wallâh a’lam bi
ash-shawâb. []
Tidak ada komentar:
Posting Komentar