Kamis, 29 Maret 2012

REKONTEKSTUALISASI PENGELOLAAN AIR PASCAHARI AIR SEDUNIA 2012

[Nindira Aryudhani, S.Pi., M.Si.]

Muqodimah
Air merupakan senyawa paling berlimpah di dalam sistem hidup dan mencakup 70% atau lebih dari bobot hampir semua bentuk kehidupan. Air mengisi semua bagian dari tiap sel. Air juga merupakan medium tempat berlangsungnya transport nutrien, reaksi-reaksi enzimatis metabolisme, sel dan transfer energi kimia. Oleh karena itu, semua aspek dari struktur dan fungsi sel harus beradaptasi dengan sifat-sifat fisik dan kimia air (Buku Dasar-dasar Biokimia Jilid 1).
Betapa pentingnya peran air bagi kehidupan ini sesuai dengan firman Allah Swt: “Dan Allah menurunkan dari langit air (hujan) dan dengan air itu dihidupkan-Nya bumi sesudah matinya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Tuhan) bagi orang-orang yang mendengarkan (pelajaran).” (TQS An-Nahl [16]: 65). Serta: “Dan berilah perumpamaan kepada mereka (manusia), kehidupan dunia sebagai air hujan yang Kami turunkan dari langit, maka menjadi subur karenanya tumbuh-tumbuhan di muka bumi, kemudian tumbuh-tumbuhan itu menjadi kering yang diterbangkan oleh angin. Dan adalah Allah, Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (TQS Al-Kahfi [18]: 45).
Islam memandang air sebagai perkara asasi, karena Allah Swt telah memuliakan air. Allah Swt menjadikan air sebagai poros kehidupan di bumi, menjadikan air sebagai sesuatu yang suci serta menghubungkan berbagai macam ibadah dengan air dan keberadaan air. Dengan air itulah seorang Muslim menghilangkan junubnya, berwudhu untuk menyempurnakan kesuciannya dari dua hadats sehingga memungkinkan dirinya berdiri menghadap Allah Swt dalam ibadah yang paling agung, yakni sholat, melakukan thowaf dalam ibadah hajinya di seputar Ka’bah yang dimulai dari Hajar Aswad, memungkinkan dirinya menyentuh mushaf yang mulia, menghilangkan sebagian besar najis yang mengenai dirinya, serta membersihkan tubuhnya, bajunya dan segala sesuatu miliknya (Buku Tuntunan Thoharoh Berdasarkan Qur’an dan Hadits).

Hari Air Sedunia
Hari Air Sedunia (World Day for Water) adalah perayaan yang ditujukan sebagai usaha untuk menarik perhatian publik akan pentingnya air bersih dan usaha penyadaran untuk pengelolaan sumber-sumber air bersih yang berkelanjutan. Hari Air Sedunia diperingati setiap tanggal 22 Maret. Inisiatif peringatan ini diumumkan pada Sidang Umum PBB ke-47 tanggal 22 Desember 1992 di Rio de Janeiro, Brasil. Setiap tahunnya pada Hari Air Sedunia memiliki tema khusus, contohnya pada 2009 “Air Bersama, Peluang Bersama”(Shared water, shared opportunities) (wikipedia, 22/03/2012).
Hari Air Sedunia PBB tahun 2012 ini bertema “Keamanan Pengadaan Air dan Makanan“ (antaranews.com, 24/03/2012). Peringatan Hari Air Sedunia yang ke-20 pada 22 Maret 2012 digelar serempak di beberapa titik di dunia dan Indonesia, tidak terkecuali ibukota, Jakarta. Puluhan orang berkumpul di Bunderan Hotel Indonesia (HI). Mereka menyuarakan pentingnya masyarakat untuk kembali mengingat pentingnya ketersediaan air bersih demi ketahanan pangan. Menurut divisi humas Ditjen SDA Kementerian PU, selain aksi simpatik di Bunderan HI, peringatan Hari Air Sedunia 2012 juga mengambil tempat di PPM Menteng di mana Unesco menggelar diskusi terkait tema peran air dalam kehidupan manusia (antaranews.com, 22/03/2012).
Di belahan lain di dunia, peringatan Hari Air Sedunia pun dilaksanakan markas Organisasi Pangan Dunia atau FAO di Roma, Italia.  Sebagai badan PBB yang memimpin serangkaian peringatan Hari Air Dunia 2012, FAO menggelar berbagai acara dan diskusi untuk memperingati dan menarik perhatian publik terhadap peran utama air menyediakan pangan bagi penghuni Bumi. Jadwal resmi dari FAO menyebutkan bahwa Direktur Jendral FAO José Graziano da Silva, Direktur Jendral Organisasi Meteorologi Dunia (WMO) Michel Jarraud, dan kepala UN-Water Kanayo F. Nwanze hadir dalam peringatan puncak di Italia tersebut (antaranews.com, 22/03/2012).
Direktur Perwakilan Kantor Unesco di Jakarta, Hubert Gijzen, mengatakan bahwa pengelolaan air menjadi faktor tunggal yang paling mendesak karena bisa menghambat pembangunan bangsa. Buruknya pengelolaan air bisa menghambat pembangunan, membatasi produksi pangan serta berbagai penderitaan dan kerusakan ekonomi dari bencana yang berhubungan dengan air. Gijzen menjelaskan bahwa perlu dilakukan berbagai upaya untuk lebih mempromosikan pembangunan air secara berkelanjutan (antaranews.com, 24/03/2012).
Sebelumnya, mantan Direktur Jenderal Sumber Daya Air Kementerian Pekerjaan Umum, Mochammad Amron menyatakan, seluruh masyarakat Indonesia harus ikut berpartisipasi dalam mengelola air dengan baik untuk menjaga kualitasnya secara berkelanjutan. Oleh karena itu perlu komitmen semua pihak untuk ikut mengelola air dengan baik. Sementara itu, Presiden Global Compact Network Indonesia, YW Junardy mengatakan bahwa penyelamatan air tidak hanya dilakukan perorangan dan pemerintah saja tapi kolaborasi dengan dunia usaha. Untuk itu telah dibentuk kelompok kerja Water Mandate Indonesia yang akan berkolaborasi untuk bekerja sama dalam menyelamatkan air Indonesia. Managing Director Corporate Affairs and Communication APP Hendra Gunawan menambahkan bahwa sebagai pimpinan kelompok kerja tersebut, pihaknya akan melakukan berbagai kegiatan menuju sesi seminar saat Konferensi Rio+20 pada Juni 2012 serta melakukan kampanye selamatkan air (antaranews.com, 24/03/2012).
Pendalaman UU Sumber Daya Air (SDA)
Sekretariat Dewan Sumber Daya Air Nasional (Dewan SDA Nasional) memfasilitasi kegiatan pendalaman Undang-Undang No. 7 tahun 2004 tentang Sumber Daya Air kepada Anggota Dewan SDA Nasional di Jakarta (18/8). Sambil menunggu terbitnya Surat Keputusan mengenai Panitia Khusus oleh Ketua Dewan SDA Nasional, kegiatan ini dimaksudkan agar terciptanya kesamaan persepsi terhadap substansi yang ada di dalam UU tersebut (dsdan.go.id, 24/08/2009).
Meski tidak dihadiri oleh seluruh Anggota Dewan SDA Nasional yang berjumlah 44 orang, namun kehadiran sekitar 15 orang anggota yang terdiri dari unsur non-Pemerintah maupun perwakilan unsur Pemerintah, kegiatan ini cukup menarik perhatian. Pasalnya, para peserta cukup antusias berdiskusi dan menanyakan beberapa hal kepada nara sumber dalam acara tersebut, yaitu Sekretaris Harian Dewan SDA Nasional, Ir. Imam Anshori, MT dan dipandu Anggota Dewan SDA Nasional dari unsur non-Pemerintah, Ir. Sudar Dwi Atmanto, MMAgr (LP3ES). Misalnya saja, mengenai pendayagunaan SDA yang tidak hanya semata-mata dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari. Akan tetapi dalam fungsi sekundernya, SDA banyak diperlukan dalam kegiatan usaha yang dilakukan oleh pihak non-Pemerintah sebagai unit kegiatan ekonomi yang memang diperlukan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat (dsdan.go.id, 24/08/2009).
Dalam penjelasannya, Imam Anshori menyebutkan, bahwa pengusahaan SDA adalah upaya pemanfaatan SDA untuk tujuan usaha atau menunjang suatu kegiatan usaha. “Pengusahaan SDA dapat dilakukan melalui berbagai jenis atau bentuk usaha,” katanya. Antara lain, pengusahaan air sebagai bahan baku untuk pendukung proses produksi seperti untuk usaha pabrik tekstil, usaha pencelupan kain batik dan pengambilan air untuk pendinginan mesin pabrik. Juga pengusahaan air sebagai bahan baku utama suatu produk olahan, seperti usaha air minum perpipaan dan usaha air mineral. Kemudian pengusahaan air, sumber air dan daya air seperti untuk usaha Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA), arung jeram, wisata dan olah raga air. Selain itu, pengusahaan air sebagai media utama untuk kegiatan usaha tertentu seperti usaha perikanan sungai dan danau. Lainnya adalah pengusahaan air untuk pendukung kegiatan usaha tertentu seperti usaha pengambilan air untuk perhotelan dan usaha pengambilan air untuk real estate (dsdan.go.id, 24/08/2009).
Imam Anshori menjelaskan, berdasarkan UU No. 7 tahun 2004 pada Pasal 45 ayat (2) bahwa pengusahaan SDA yang meliputi satu Wilayah Sungai (WS) dari hulu sampai hilir hanya dapat dilaksanakan oleh BUMN (Badan Usaha Milik Negara)/Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) pengelola SDA. Hal tersebut dikarenakan BUMN dibentuk perdasarkan  Peraturan Pemerintah (PP) dan BUMD dibentuk berdasarkan Peraturan Daerah (Perda) (dsdan.go.id, 24/08/2009).
“Sedangkan perorangan, badan usaha atau kerjasama antar badan usaha dapat melaksanakan pengusahaan SDA secara terbatas berdasarkan izin pengusahaan dari pemerintah (Pusat/Provinsi/Kabupaten/Kota) sesuai dengan kewenangannya,” jelas  Imam sambil menambahkan, bahwa perizinan tersebut harus sesuai dengan rencana alokasi air yang ditetapkan. Sementara untuk hak guna pakai air dapat diperoleh perorarangan atau kelompok melalui perizinan dan tanpa perizinan. Dengan perizinan, apabila perorangan menggunakannya untuk kebutuhan pokok sehari-hari  yang mengubah kondisi sumber air yang ada (dsdan.go.id, 24/08/2009).
Begitu juga harus memperoleh izin apabila perorangan atau kelompok mempergunakannya untuk pertanian di luar sistem irigasi yang sudah ada dan apabila kelompok mempergunakannya untuk kebutuhan sehari-hari dan kebutuhan sosial. Sedangkan yang tanpa izin apabila perorangan mempergunakannya untuk kebutuhan pokok sehari-hari dengan tidak mengubah kondisi sumber air yang ada dan apabila perorangan atau kelompok mempergunakannya untuk pertanian rakyat dalam sistem irigasi yang sudah ada (dsdan.go.id, 24/08/2009). 
Air, Persoalan Bersama
Air sebagai persoalan bersama telah lebih dulu menjadi isu sosial dibandingkan pembahasan untuk mendalami dan menyamakan persepsi tentang substansi UU SDA. Artinya, perkara sumber daya air merupakan perkara politik yang bersumber dari sistem ekonomi. Mengingat pula, persoalan ketersediaan sumber air di Indonesia saat ini sudah berada dalam keadaan yang kritis, sehingga memerlukan perhatian yang serius oleh pemerintah dan seluruh lapisan masyarakat. Dalam rangka hari Air Sedunia (World Water Day) tahun 2008 lalu, Anggota Lembaga Lingkungan Hidup PP Muhammadiyah Muhjidin Mawardi menyatakan bahwa air merupakan perkara yang sangat asasi (fundamental), sangat urgen untuk dilaksanakan agar fungsi dan manfaatnya tetap terjaga lestari demi keberlanjutan kehidupan masa kini dan akan datang. Kewajiban untuk melindungi air mempunyai nilai yang sama dengan kewajiban menjaga keberlaniutan kehidupan itu sendiri (eramuslim.com, 21/03/2008).
Persoalan air, sumber air dan ketersediaan air merupakan persoalan bersama, karena menyangkut masa depan seluruh kehidupan termasuk kehidupan umat manusia. Oleh karena itu, dalam melakukan pengelolaan air dan sumber air, harus dilakukan secara terpadu dengan mempertimbangkan barbagai kepentingan dan berwawasan lingkungan. Namun faktanya, Undang-Undang Sumber Daya Air (UU SDA) yang diberlakukan saat ini, lebih bernuansa kapitalistik dan kurang memihak kepada kepentingan pengguna air lainnya, sehingga asas manfaat dan kelestarian air dan sumber air menjadi terancam (eramuslim.com, 21/03/2008).
Posisi air atas nama fungsi sekunder sejatinya adalah nama lain air sebagai komoditas ekonomi. Hal ini jelas merupakan dampak penerapan sistem ekonomi kapitalisme di negara ini. Kaum kapitalis telah mendikte para penguasa untuk meliberalisasi sumber daya air, sehingga meminimalisasi akses air oleh rakyat, dan berujung pada penindasan kembali pada rakyat. Jadi, layakkah untuk masih percaya pada sistem berstandar ganda dan berasas manfaat ini? Jawabannya tidak.
Uraian di atas jelas beralasan untuk tidak dibiarkan, sehingga harus menjadi motivasi untuk melakukan perubahan. Perubahannya pun bukan sebatas kepedulian sebagai langkah konkrit secara fisik, melainkan harus berawal dari konsep yang mendasar. Jika permasalahan yang timbul berupa liberalisasi, maka perkara yang harus diganti adalah pihak yang telah melahirkan masalah tersebut, yaitu ideologi kapitalisme. Perubahan konsepnya pun harus dimulai dari penggantian ideologi yang memiliki kekuatan sebanding dengan ideologi kapitalisme, yaitu ideologi Islam, bukan yang lain.
Solusi Islam
Islam merupakan seperangkat aturan yang datang dari Allah Swt, Sang Pencipta manusia dan seluruh alam semesta, maka sudah pasti aturan tersebut sesuai untuk mengatur ciptaan-Nya. Dengan demikian, pengaturan kehidupan manusia yang meliputi pengelolaan sumberdaya air, akan mensejahterakan mereka jika diatur dengan sistem Islam. Rasulullaah saw bersabda: “Kaum muslim itu berserikat dalam tiga perkara. (Yaitu) air, padang gembalaan dan api. Menjualnya adalah haram.” (HR. Ibnu Majah no. 2463). Menurut madzhab Imam Syafi’i, Maliki dan Hanbali, yang dimaksud dengan air yang menjadi milik bersama dan oleh karena itu tidak boleh diperjualbelikan dalam hadits tersebut adalah air hujan, air sungai dan yang semisal; bukan air yang berasal dari sumber-sumber air milik pribadi, seperti sumur milik pribadi (Buku “60 Hadits Sulthaniyah”).
Dari sini dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa segala sesuatu yang dibutuhkan oleh masyarakat (dan jika tidak mengakibatkan kepanikan pada masyarakat) haruslah tersedia, dan tidak boleh dikuasai oleh pribadi (atau pihak swasta) sehingga merugikan masyarakat umum. Maka, untuk kepentingan tersebut, negara bertanggung jawab memberikan akses kepada masyarakat untuk mendapatkan ait yang mereka perlukan, serta menyediakan berbagai keperluan umum lainnya yang dibutuhkan (Buku “60 Hadits Sulthaniyah”).
Bukti nyata perhatian sistem pemerintahan Islam dalam bingkai Daulah Khilafah Islamiyyah tentang pengelolaan air adalah keberadaan kincir angin, yang selama ini dikenal berasal dari Belanda, padahal sejatinya tidak. Faktanya, Khilafah Islam memang memiliki banyak wilayah yang kering, di mana air saja cukup langka, apalagi sungai yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber energi. Karena itu, di daerah yang kekurangan air tetapi memiliki angin yang stabil, kincir angin dapat dikembangkan sebagai alternatif sumber energi untuk industri. Pengembangan teknologi kincir angin dimuat jelas alam Kitab Al-Hiyal karya Banu Musa bersaudara. Kincir angin pertama kali digunakan di Provinsi Sistan, Iran Timur sebagaimana dicatat oleh geografer Istakhri pada abad ke-9 M. Jadi masuk akal jika sejarawan Joseph Needham menulis, “Sejarah kincir angin benar-benar diawali oleh kebudayaan Islam”. Para insinyur muslim pun telah merintis berbagai teknologi terkait dengan air, baik untuk menaikkannya ke sistem irigasi, atau menggunakannya untuk menjalankan mesin giling (Buku TSQ Stories Edisi 2).
Dengan demikian, air harus dikelola berdasarkan letak kepemilikannya sebagai hak milik masyarakat. Sebagaimana sumber daya alam yang lain, air tidak boleh diprivatisasi. Pengelolaan sumber daya air harus berorientasi untuk kesejahteraan masyarakat, karena air merupakan hak kepemilikan umum. Dalam hal ini, negara hanya sebatas sebagai pengelola. Dan negara tidak boleh mengadopsi pengelolaan air dengan model privatisasi liberal, di mana berbagai komoditas yang sangat dibutuhkan masyarakat, termasuk air, justru dijual kepada perusahaan-perusahaan swasta, sehingga masyarakat tidak bisa mendapatkan haknya atas komoditas-komoditas tersebut kecuali hanya dengan membelinya. Kondisi seperti ini akan menciptakan sebuah masyarakat yang timpang. Karena golongan masyarakat yang memiliki kekayaan menjadi satu-satunya golongan yang tidak mampu mengakses berbagai layanan pokok. Hal ini sebagaimana sabda Rasulullaah saw: “Sesungguhnya seorang Imam (penguasa) itu (bagaikan) perisai. Orang-orang berperang di belakangnya, dan juga berlindung dengannya. Maka jika ia memerintah (berdasarkan) takwa kepada Allah ta’ala dan berlaku adil, maka baginya pahala. Akan tetapi jika ia memerintah tidak dengan (takwa pada Allah dan tidak berlaku adil) maka ia akan mendapatkan balasannya.” (HR. Muslim no. 3428) (Buku “60 Hadits Sulthaniyah”).

1 komentar:

  1. air bukan komoditas kapitalistik yang boleh diprovatisasi_

    modus operandi menuju privatisasi air dalam konstelasi politik internasional...cekidot...

    http://hizbut-tahrir.or.id/2012/04/01/mesir-tolak-tandatangani-perjanjian-sungai-nil/#comment-80834

    BalasHapus