[Sri
Mulyati, S.Hut & Nindira Aryudhani, S.Pi, M.Si]
Satu hal memikat yang telah
menginspirasi tulisan ini, yaitu pembukaan kursus bahasa Turki di Kampus IPB
Dramaga, bertempat di UPT Bahasa, Gedung Perpustakaan LSI lantai 2. Yang tak
kalah menarik, IPB sendiri menyajikan penawaran program beasiswa prestasi PASIAD
Turki untuk mahasiswa semester IV dan VI untuk tahun akademik 2011-2012, bagi yang
terkategori Fakultas MIPA (departemen: Statistika, Ilmu Komputer,
Biokimia dan Matematika) dan Fakultas Teknologi Pertanian (departemen: Ilmu dan
Teknologi Pangan), dengan batas akhir pengiriman berkas pada tanggal 18 Maret 2012 (Ditmawa
IPB, 29/02/2012).
Hal ini sejalan dengan sejumlah
kerjasama bilateral RI-Turki yang berlangsung lebih intensif sejak tahun 2011,
khususnya di bidang pendidikan. Eep Saefulloh Fatah, salah seorang pakar
politik UI, menyatakan bahwa jika dikembangkan kerja sama pendidikan di dunia
politik, akan muncul ilmu politik baru yang membuktikan dan menunjukkan
keserasian Islam dan demokrasi, usai pertemuannya dengan Presiden Turki,
Abdullah Gul, beserta delegasinya di Jakarta (dakwatuna.com,
06/04/2011).
Eep juga menyatakan bahwa sebagian
negara Barat beranggapan Islam dan demokrasi tidak sejalan tetapi Indonesia dan
Turki, sebagai negara mayoritas berpenduduk Muslim, dapat membuktikan terbalik.
Menurut Eep pula, Presiden Gul mengatakan dalam pertemuan tertutup itu bahwa
justru banyak ajaran Islam yang dipraktekkan dalam demokrasi seperti
penghargaan terhadap perempuan, hak asasi manusia, kebebasan manusia, tanggung
jawab serta moralitas dalam politik. Presiden Gul meyakini Indonesia dapat
memiliki masa depan demokrasi yang cerah bila dikelola yang layak (dakwatuna.com,
06/04/2011).
Acara ini juga dihadiri antara lain
oleh mantan Ketua MPR Hidayat Nur Wahid, Direktur Utama ANTARA Ahmad Mukhlis
Yusuf dan Direktur Pemberitaan ANTARA M. Saiful Hadi. Hidayat Nur Wahid
mengatakan pertemuan tersebut membahas pentingnya kesadaran untuk terus mengembangkan
apa yang dinilai publik sebagai keunggulan Indoensia dan Turki, sebagai negara
yang mayoritas berpenduduk Muslim tetapi juga bisa mengembangkan demokrasi
dengan bagus. Hidayat menyatakan bahwa ada kesadaran untuk menumbuhkembangkan
pengalaman bersama ini, mungkin akan berlanjut dibentuknya pusat kajian Turki
di Indonesia atau pusat kajian Indonesia di Turki. Di lain pihak, Saiful Hadi
mengatakan pertemuan itu membicarakan kerja sama kedua negara, demokrasi di
Turki dan pandangan demokrasi di negara-negara Islam (dakwatuna.com,
06/04/2011).
Sekilas Sejarah Turki
Hal selanjutnya yang akhirnya menggelitik
adalah menilik kembali sejarah besar Turki sebagai negara di dua benua, Asia
dan Eropa, sejak berabad silam. Salah satu representasi berdirinya negara republik
Turki dapat dilihat dari Anitkabir. Anitkabir adalah makam pemimpin “Perang
Kemerdekaan Turki”, pendiri dan presiden pertama Republik Turki, Mustafa Kemal,
yang terletak di Ankara, ibukota Turki. Para pendiri republik ini paham akan
sejarah yang mesti dipelajari oleh rakyatnya. Meski sampai saat ini kontoversi
akan berdirinya Republik Turki masih tampak dari berbagai kalangan di dunia
Islam, karena dianggap telah menghilangkan Kesultanan Turki Utsmaniy
(dedenmaulidarajat’s blog, 01/03/2012).
Dan bertepatan dengan hari kemerdekaan
Republik Turki pada 3 Maret yang lalu, ada salah satu bagian sejarahnya yang
menarik untuk dikulik. Barangkali bagian ini tidak pernah disangka oleh banyak
orang, khususnya setelah Turki berpindah status dari kekhilafahan menjadi
negara republik. Jika pun tetap ingin disebut sebagai sejarah Turki, maka
sejatinya ini adalah sejarah kelam. Karena deklarasi republik ini tidak lain
adalah nama lain bagi keruntuhan kekhilafahan Islam yang saat itu beribukota di
Istambul. Bahkan, nama Kekhilafahan
Utsmaniy sendiri telah didiskreditkan sebagai Kekaisaran Utsmaniy (Ottoman,
dalam bahasa Turki) saja. Tanpa sedikitpun diketahui bahwa identitas aslinya
adalah negara pelindung utama kaum muslimin di dunia dalam rangka menerapkan syariat
Islam, yaitu sebagai Daulah Khilafah Islamiyyah.
Ya, sejatinya keberadaan Daulah
Khilafah Islamiyyah telah resmi berawal saat Rasulullaah saw hijrah ke Madinah.
Kemudian berlanjut hingga kurang lebih selama 13 abad. Hal sebagaimana pernah
disampaikan dalam sabda Rasul saw: “Dahulu
Bani Israil selalu dipelihara urusannya oleh para Nabi. Setiap kali Nabi
meninggal, digantikan oleh Nabi yang lain. Dan sesungguhnya tidak akan ada Nabi
lagi sesudahku. (Tetapi) akan ada banyak Khalifah…” (HR Bukhari no. 3196).
Lalu, Khilafah pun resmi ditiadakan pada masa pemerintahan Utsmaniy, tepatnya
pada tanggal 3 Maret 1924, sama dengan tanggal proklamasi kemerdekaan Republik
Turki.
Konspirasi
Barat Meruntuhkan Khilafah Islamiyyah
Gejala berakhirnya Kekhilafahan Utsmaniy
sejatinya telah terjadi sejak akhir abad 19 hingga awal abad 20, termasuk ketika
Mustafa Kemal, seorang perwira militer Turki yang ternyata agen imperialis
Inggris, mulai ambil bagian dalam kancah perpolitikan Khilafah Islam. Peristiwa
utama yang menjadi momentum awal peruntuhan Khilafah sekaligus pemopuleran
Mustafa Kemal adalah Perang Dunia (PD) I, disamping adanya serangan budaya dan
perundang-undangan kufur Barat ke dalam peraturan kehidupan. Serangan-serangan
tersebut menggoncang keberadaan Khilafah, hingga menumbangkan substansinya dan
tinggal bangunan fisiknya saja. Oleh karena itu, negara-negara kafir Barat
mulai berpikir untuk menghancurkan Khilafah dan menghapuskannya untuk
selama-lamanya. Tidak lama setelah Perang Dunia I pecah dan Khilafah berpihak
kepada Jerman, maka negara-negara kafir mendapatkan kesempatan untuk
menghancurkan Khilafah. Dan mereka pun segera menyiapkan strategi untuk
mencapai tujuan ini (Buku Konspirasi
Barat Meruntuhkan Khilafah Islamiyyah).
Dalam pembicaraan antara Rusia,
Inggris dan Prancis pada tahun 1915 –pada saat terjadi PD I- dijelaskan masalah
ini. Dalam suatu memorandum yang diajukan kepada Rusia sebagai jawaban
memorandum Rusia mengenai masalah ini, Prancis dan Inggris memasukkan satu
pasal yang menyatakan, “Melindungi
tempat-tempat suci di negeri-negeri Islam dan wilayah Arab di bawah
pemerintahan negara Islam yang merdeka.” Dan dalam memorandum Rusia yang
dikirim sebagai jawaban atas memorandum Inggris-Prancis tersebut dinyatakan
dalam salah satu pasal bahwa, “Penanganan
suatu keputusan yang krusial mengenai hubungan di masa mendatang antara
‘negara-negara Islam’ yang akan anda dirikan di atas puing-puing reruntuhan
Negara Ottoman dan memisahkan mereka dari Khilafah, merupakan suatu
permasalahan bagi Pemerintahan Yang Mulia Tsar.” Ditambahkan pula, “Pemerintahan Yang Mulia Tsar dengan tulus
mengharapkan (anda) dapat menghapuskan Khilafah dari bangsa Turki, namun pada
saat yang sama kami sungguh-sungguh berharap anda menjamin kebebasan
melaksanakan ibadah haji dan tidak sedikitpun ikut campur dalam perkara-perkara
yang dapat melukai hati kaum muslimin.” Dalam suatu telegram yang membahas
sejumlah tuntutan duta besar Rusia untuk Inggris menyatakan, “Pemerintah Italia mendukung usulan Rusia
mengenai pentingnya memisahkan ‘pemerintahan Islam’, yang akan didirikan di
Hijaz di atas reruntuhan Kesultanan Ottoman, dari Khilafah dan menempatkannya
di bawah kendali sepenuhnya dari Inggris. Pemerintah Italia mendukung dengan
seluruh kekuatannya upaya untuk menyingkirkan Khilafah dari bangsa Turki dan
menghapuskannya untuk selama-lamanya”. (Buku Konspirasi Barat Meruntuhkan Khilafah Islamiyyah).
Bukti-bukti tersebut menunjukkan bahwa
Sekutu berniat memperlemah dan menghapuskan Khilafah. Namun demikian, tak satu
pun dari kaum muslimin yang berkeinginan atau dapat menerima upaya penghapusan
Khilafah itu. Bahkan para pengkhianat dari golongan muslim Arab yang berkomplot
dengan Inggris justru menyerukan berdirinya Khilafah di tangan bangsa Arab.
Sebagaimana bangsa TUrki, mereka dengan sepenuh hati mengikatkan diri mereka
kepada Khilafah, cinta dan kesetiaan mereka berakar kuat dalam jiwa mereka.
Bahkan para aktivis Turki Muda pun memiliki kesetiaan kepada Khilafah dan
berupaya mempertahankan tiap bagian dari struktur bangunan Negara Islam. Tidak
pernah terdengar ada seorang muslim yang mempunyai keinginan dan dapat menerima
penghapusan Khilafah, apalagi yang berupaya menghapuskannya (Buku Konspirasi Barat Meruntuhkan Khilafah
Islamiyyah).
Dengan demikian, penghapusan Khilafah
merupakan keinginan yang berlebihan, meski bila seluruh wilayah kaum muslimin
dikuasai para imperialis Eropa. Oleh sebab itu, negara-negara Sekutu
menyembunyikan niat tersebut dan merahasiakannya rapat-rapat hingga tak seorang
pun mengetahuinya. Sebagai gantinya, mereka berupaya menyerang Daulah Utsmaniy
dari dalam melalui sejumlah inisiatif yang dapat membuat Daulah mundur dari
peperangan dan membuat suatu perjanjian damai dengan Sekutu. Negara Sekutu
memusatkan perhatian pada upaya ini dan mulai melaksanakannya (Buku Konspirasi Barat Meruntuhkan Khilafah
Islamiyyah).
Sayangnya sejak berakhir PD I dengan
kemenangan di pihak Sekutu, Lord Allenby,
panglima perang Sekutu tatkala menaklukkan Baitul Maqdis (Palestina) berkata: “Sekarang berakhirlah perang Salib”. Sejak saat itu para penjajah kafir mulai
menerapkan berbagai peraturan kapitalis di tengah-tengah kehidupan kita,
mencakup seluruh aspek kehidupan, agar kemenangannya bersifat abadi. Maka kita
wajib mengubah peraturan yang busuk dan rusak ini. Dengan peraturan ini
kolonialisme terus berlanjut di negeri-negeri kita. Kita harus membongkar dari
akarnya secara total, bahkan sampai yang sekecil-kecilnya sehingga kita dapat
mengembalikan lagi kehidupan Islam (Kitab Nizhomul
Islam). Tak ragu lagi, penerapan sistem kapitalisme-lah
satu-satunya biang kerok kemerosotan kaum muslimin dari kejayaannya.
Potensi Negara Mandiri
Bukanlah suatu kebohongan publik jika kaum muslimin
dunia tengah dijebak dalam krisis multidimensi sebagai konsekuensi atas
imperialisme kapitalistik, termasuk yang saat ini dialami oleh Indonesia
sebagai salah satu negeri muslim. Jika
bangsa ini bersungguh-sungguh untuk keluar dari krisis multidimensi, maka
persoalan mendasar yang harus terselesaikan adalah persoalan asasi yang
mendasari bangsa ini yakni ideologi. Karena dengan ideologi suatu negara akan
memecahkan persoalan kehidupannya berikut tata cara praktisnya. Maka dari itu, seorang penguasa harus memiliki konsep yang
jelas dan benar bagaimana ia bisa menyediakan kebutuhan pangan, pakaian, rumah,
bahan bakar, listrik, sarana transportasi, pendidikan, pelayanan kesehatan, dan
keamanan bagi tiap warga negara. Konsep yang jelas dan benar itu telah ada
dalam syariah Islam. Khilafah (penguasa) terikat untuk hanya
mengimplementasikan konsep dari syariah Islam, bukan yang lain. Tidak
hanya itu, ia seharusnya juga mampu mengimplementasikan konsepnya tersebut sehingga
kesejahteraan rakyat terwujud. Firman Allah Swt: “Apakah hukum jahiliyah yang mereka kehendaki, dan hukum
siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin.” (TQS. Al Maidah : 50). Serta: “Dan tidak patut bagi mukmin dan mukminat, apabila Allah dan
RasulNya telah menetapkan suatu ketetapan, aka nada bagi mereka pilihan (yang
lain) tentang urusan mereka. Dan barang siapa yang mendurhakai Allah dan
RasulNya maka sungguh ia telah sesat, sesat yang nyata.” (TSQ. Al Ahzab: 36).
Selayaknya, negara mengelola keberlangsungan kehidupan
masyarakat sebagaimana sabda Rasul
saw: “Muslim
berserikat dalam tiga perkara, padang rumput, air dan api.” (HR. Abu Dawud dan Ahmad). Tidak
boleh ada campur tangan swasta (privatisasi) dalam pengelolaan sumber daya
alam. Hal ini pun perlu disinergiskan dengan strategi politik industri. Dimana,
negara mampu menciptakan industri alat-alat (industri penghasil mesin) terlebih
dahulu. Termasuk peralatan mesin mekanisasi pertanian untuk peningkatan produksi
pangan. Selama berbagai peralatan kita masih tergantung pada Barat, selamanya pula Barat terus memiliki
kesempatan untuk mendikte dan menghegemoni kita.
Sebagai
manusia, penguasa memang berpeluang melakukan kesalahan. Dalam hal ini, rakyat wajib mengoreksi penguasanya. Rasul saw bersabda: “Sesungguhnya
di antara aktivitas jihad yang paling agung adalah menyampaikan kata-kata yang
adil (benar) kepada penguasa yang jahat.” (HR. At-Tirmidzi). Kesadaran
rakyat dan penguasa terhadap kewajiban-kewajiban terkait kontrol dan kritik ini
menjadi jaminan pemerintahan yang baik, adil, lurus dan bersih. Dalam suasana
hubungan seperti inilah penguasa dan rakyat bekerjasama untuk mewujudkan
kesejahteraan bagi setiap rakyat. Sehingga tiga pilar yang diperlukan, yakni
individu yang bertaqwa, kontrol masyarakat dan penerapan oleh negara,
kesejahteraan akan terwujud.
Indonesia
adalah negeri Islam, maka Islamlah yang seyogyanya diambil
sebagai asas bagi kehidupan bangsa ini. Karena Islam adalah ideologi yang memiliki konsep
yang benar dalam menyelesaikan persoalan umat manusia atau bangsa.
Islam memiliki tatanan sistem berbasis aqidah
dan syariat Islam yang komprehensif. Dengan ini, syariah dan Khilafah adalah solusi
fundamental bagi bangsa ini untuk keluar dari krisis multidimensi. Sistem politik Islam dalam bentuk kekhilafahan meniscayakan
sebuah negara yang akan memiliki kemerdekaan dan kedaulatan penuh; sistem
ekonomi Islam yang bergerak di sektor riil dan nonribawi, antikrisis, telah sangat jelas dapat mewujudkan kesejahteraan. Sistem ini
bukan saja telah teruji, tapi juga terberkahi dunia-akhirat. Saatnya memberi kesempatan pada Islam untuk menjawab
persoalan bangsa ini dan mengantarkan Indonesia sebagai bangsa besar, mandiri,
kuat dan terdepan dalam naungan Khilafah Islamiyyah. Wallahu a’lam [].
Tidak ada komentar:
Posting Komentar