[Rina Yunita, S.P.]
Belum lama ini tepatnya tanggal 1 Maret 2012 diadakan
launching perdana film yang berjudul “Negeri 5 Menara”. Film yang diangkat dari
sebuah novel karya Ahmad Fuadi ini banyak disukai oleh para masyarakat
khususnya para pembaca novel karena terkenal dengan mantra saktinya man
jadda wa jadaa yang artinya siapa yang bersungguh-sungguh dia akan sukses. Secara
singkat film negeri 5 menara ini mengisahkan tentang 6 pemuda belia yang
berasal dari daerah yang berbeda. Mereka bertemu di Pesantren Pondok Madani
untuk menuntut ilmu dan berusaha menggapai cita-cita mereka. Film ini berpesan
kepada kita agar jangan pernah meremehkan impian atau cita-cita. Setinggi
apapun impian itu, Allah akan mendengarnya.
Keberadaan film-film Indonesia yang sarat akan makna
dan pendidikan seperti film negeri 5 menara atau film lainnya seperti laskar
pelangi, alangkah lucunya negeri ini, dan emak ingin naik haji masih jarang
diproduksi. Kebanyakan film-film yang beredar di bioskop-bioskop lokal di
Indonesia tidak lepas dari tema cinta remaja, pergaulan remaja yang bebas dan bumbu-bumbunya
yang berbau seks. Ada pula film yang mengangkat tema agama, misalnya saja sang
pencerah yang mengangkat sejarah berdirinya suatu organisasi islam, perempuan
berkalung surban hingga Film Tanda Tanya yang menuai kontroversi tidak hanya di
kalangan ulama, tetapi juga masyarakat lantaran begitu kental dengan aroma
pluralisme. Kontroversi ini kiranya dijadikan strategi promosi tersendiri untuk
film tersebut. Bahkan lebih parah lagi, perfilman nasional saat ini juga
diramaikan dengan berjamurnya film horor bernuansa seks, semisal Tali Pocong
Perawan, Suster Keramas, Pocong Ngesot, Hantu Puncak Datang Bulan, Darah Janda Kolong Wewe dan yang sejenisnya. Produser film
ini berusaha menyuguhkan adegan panas kepada masyarakat dan memperlihatkan
eksploitasi tubuh perempuan.
Dari sederet
film-film di atas, kita bisa melihat bahwa film-film yang bermutu dan
memberikan pelajaran yang baik untuk kehidupan masih sedikit, kebanyakan adalah
film-film yang memberikan contoh yang tidak baik bagi masyarakat terutama
remaja. Kebebasan, gaya hidup hedonis dan serba boleh, pornoaksi dan pornografi
menjadi sesuatu hal yang diselipkan dalam rangkaian ceritanya. Selain gaya
hidup yang liberal, produser film mencoba memasukkan ide-ide pluralism,
atheism, dan paham-paham yang notabenenya jauh dari islam. Pemerintah yang
dalam hal ini memiliki wewenang untuk melakukan penyeleksian atau sensor
terhadap film-film yang hendak di putar selama ini terkesan tidak tegas dalam
menjalankan tugasnya sehingga banyak film tidak layak putar lolos dan lulus
sensor.
Wajar saja bila masyarakat terutama remaja yang
sangat menggemari film-film semacam ini akhirnya mencontoh dan mengikuti apa
yang coba disampaikan oleh film-film tersebut tanpa memandang apakah sesuai
dengan islam ataukah tidak. Dampaknya yang lebih nyata adalah lahirnya
masyarakat dan generasi yang memiliki pola pikir dan pola sikap serba bebas, bergaya
hidup hedonis, dan membiarkan kemaksiatan terjadi di sekitar mereka tanpa
mereka peduli untuk merubahnya serta menjauhkan masyarakat dari islam. Mereka
menyandarkan setiap perbuatan yang dilakukan kepada apa kata film bukan apa
kata islam. Padahal, seorang muslim sudah selayaknya menyandarkan segala
perbuatannya kepada islam. Karena islam bukanlah agama ritual belaka, namun
juga sistem kehidupan yang memiliki aturan kehidupan.
Islam sebagai sebuah pandangan hidup (ideologi)
memiliki system aturan yang khas dan unik. Bukan hanya mengatur masalah ibadah
ritual saja, namun lebih dari itu mengatur masalah poleksosbudhankam tidak
terkecuali masalah perfilman. Islam memandang bahwa hukum seni peran/drama
adalah boleh namun dengan syarat yang harus dipenuhi sebelumnya. Menurut Syeikh
Ziyad Ghazzal dalam kitabnya Masyru’Qanun Wasa’il Al I’lam (hal 16)
menyebutkan ada 5 hal yang harus dipenuhi, yaitu tak ada ikhtilat (campur baur)
antara lelaki dan perempuan, tak ada lelaki yang menyerupai perempuan atau
sebaliknya, tidak memerankan malaikat, para nabi, para khulafaur rasyidin,
istri-istri Rasulullah dan Maryam ibunda nabi Isa, tidak membuat/menggambar
makhluk bernyawa, dan yang terakhir adalah tidak menggambarkan kejadian ghaib
seperti Hari Kiamat, surga, neraka, dan alam kubur. Dari sisi konten film pun
tidak boleh melanggar syariat islam dan haruslah bersifat mendidik.
Khalifah sebagai Kepala Negara akan senantiasa
mendorong kaum muslim untuk menghasilkan karya yang berkualitas, baik dari segi
performance juga konten cerita. Khalifah akan senantiasa mengawasi produksi
film-film dan peredarannya di masyarakat. Khalifah akan mencegah terjadinya
peredaran film-film yang bisa merusak akidah, pemikiran dan akhlak kaum
muslimin serta memberi sanksi yang tegas kepada pihak yang sengaja memproduksi
film dengan tujuan merusak aqidah, pemikiran, dan akhlak kaum muslimin. Wallahu
a’lam bishshowwab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar