[Nindira Aryudhani, S.Pi., M.Si.]
Muqodimah
Air
merupakan senyawa paling berlimpah di dalam sistem hidup dan mencakup 70% atau
lebih dari bobot hampir semua bentuk kehidupan. Air mengisi semua bagian dari
tiap sel. Air juga merupakan medium tempat berlangsungnya transport nutrien,
reaksi-reaksi enzimatis metabolisme, sel dan transfer energi kimia. Oleh karena
itu, semua aspek dari struktur dan fungsi sel harus beradaptasi dengan
sifat-sifat fisik dan kimia air (Buku Dasar-dasar
Biokimia Jilid 1).
Betapa
pentingnya peran air bagi kehidupan ini sesuai dengan firman Allah Swt: “Dan Allah menurunkan dari
langit air (hujan) dan dengan air itu dihidupkan-Nya bumi sesudah matinya.
Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran
Tuhan) bagi orang-orang yang mendengarkan (pelajaran).” (TQS An-Nahl
[16]: 65). Serta: “Dan
berilah perumpamaan kepada mereka (manusia), kehidupan dunia sebagai air hujan
yang Kami turunkan dari langit, maka menjadi subur karenanya tumbuh-tumbuhan di
muka bumi, kemudian tumbuh-tumbuhan itu menjadi kering yang diterbangkan oleh
angin. Dan adalah Allah, Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (TQS
Al-Kahfi [18]: 45).
Islam memandang air sebagai perkara
asasi, karena Allah Swt telah memuliakan air. Allah Swt menjadikan air sebagai
poros kehidupan di bumi, menjadikan air sebagai sesuatu yang suci serta
menghubungkan berbagai macam ibadah dengan air dan keberadaan air. Dengan air
itulah seorang Muslim menghilangkan junubnya, berwudhu untuk menyempurnakan
kesuciannya dari dua hadats sehingga memungkinkan dirinya berdiri menghadap
Allah Swt dalam ibadah yang paling agung, yakni sholat, melakukan thowaf dalam
ibadah hajinya di seputar Ka’bah yang dimulai dari Hajar Aswad, memungkinkan
dirinya menyentuh mushaf yang mulia, menghilangkan sebagian besar najis yang
mengenai dirinya, serta membersihkan tubuhnya, bajunya dan segala sesuatu
miliknya (Buku Tuntunan Thoharoh
Berdasarkan Qur’an dan Hadits).
Hari Air Sedunia
Hari Air Sedunia (World Day for Water) adalah
perayaan yang ditujukan sebagai usaha untuk menarik perhatian publik akan
pentingnya air bersih dan usaha penyadaran untuk
pengelolaan sumber-sumber air bersih yang berkelanjutan. Hari Air Sedunia diperingati
setiap tanggal 22 Maret. Inisiatif peringatan ini diumumkan pada Sidang Umum PBB ke-47 tanggal 22 Desember 1992
di Rio de Janeiro, Brasil.
Setiap tahunnya pada Hari Air Sedunia memiliki tema khusus, contohnya pada 2009
“Air Bersama, Peluang Bersama”(Shared
water, shared opportunities) (wikipedia, 22/03/2012).
Hari Air Sedunia PBB tahun 2012 ini
bertema “Keamanan Pengadaan Air dan
Makanan“ (antaranews.com, 24/03/2012). Peringatan Hari Air Sedunia yang
ke-20 pada 22 Maret 2012 digelar serempak di beberapa titik di dunia dan
Indonesia, tidak terkecuali ibukota, Jakarta. Puluhan
orang berkumpul di Bunderan Hotel Indonesia (HI). Mereka menyuarakan pentingnya
masyarakat untuk kembali mengingat pentingnya ketersediaan air bersih demi
ketahanan pangan. Menurut divisi humas Ditjen SDA Kementerian PU, selain aksi simpatik di Bunderan
HI, peringatan Hari Air Sedunia
2012 juga mengambil tempat di PPM Menteng di mana Unesco menggelar diskusi
terkait tema peran air dalam kehidupan manusia (antaranews.com, 22/03/2012).
Di belahan lain di dunia, peringatan
Hari Air Sedunia pun dilaksanakan markas Organisasi Pangan Dunia atau FAO di Roma, Italia. Sebagai badan PBB
yang memimpin serangkaian peringatan Hari Air Dunia 2012, FAO menggelar
berbagai acara dan diskusi untuk memperingati dan menarik perhatian publik
terhadap peran utama air menyediakan pangan bagi penghuni Bumi. Jadwal resmi dari FAO menyebutkan bahwa Direktur Jendral FAO
José Graziano da Silva, Direktur Jendral Organisasi Meteorologi Dunia (WMO)
Michel Jarraud, dan kepala UN-Water Kanayo F. Nwanze hadir dalam peringatan
puncak di Italia tersebut (antaranews.com, 22/03/2012).
Direktur Perwakilan Kantor Unesco di
Jakarta, Hubert Gijzen, mengatakan bahwa pengelolaan air menjadi faktor tunggal
yang paling mendesak karena bisa menghambat pembangunan bangsa. Buruknya
pengelolaan air bisa menghambat pembangunan, membatasi produksi pangan serta
berbagai penderitaan dan kerusakan ekonomi dari bencana yang berhubungan dengan
air. Gijzen menjelaskan bahwa perlu dilakukan berbagai upaya untuk lebih
mempromosikan pembangunan air secara berkelanjutan (antaranews.com,
24/03/2012).
Sebelumnya, mantan Direktur Jenderal
Sumber Daya Air Kementerian Pekerjaan Umum, Mochammad Amron menyatakan, seluruh
masyarakat Indonesia harus ikut berpartisipasi dalam mengelola air dengan baik
untuk menjaga kualitasnya secara berkelanjutan. Oleh karena itu perlu komitmen
semua pihak untuk ikut mengelola air dengan baik. Sementara itu, Presiden Global Compact Network Indonesia, YW
Junardy mengatakan bahwa penyelamatan air tidak hanya dilakukan perorangan dan
pemerintah saja tapi kolaborasi dengan dunia usaha. Untuk itu
telah dibentuk kelompok kerja Water Mandate Indonesia yang akan
berkolaborasi untuk bekerja sama dalam menyelamatkan air Indonesia. Managing Director Corporate Affairs and Communication
APP Hendra Gunawan menambahkan bahwa sebagai pimpinan kelompok kerja tersebut,
pihaknya akan melakukan berbagai kegiatan menuju sesi seminar saat Konferensi
Rio+20 pada Juni 2012 serta melakukan kampanye selamatkan air (antaranews.com,
24/03/2012).
Pendalaman UU Sumber Daya Air (SDA)
Sekretariat
Dewan Sumber Daya Air Nasional (Dewan SDA Nasional) memfasilitasi kegiatan
pendalaman Undang-Undang No. 7 tahun 2004 tentang Sumber Daya Air kepada
Anggota Dewan SDA Nasional di Jakarta (18/8). Sambil menunggu terbitnya Surat
Keputusan mengenai Panitia Khusus oleh Ketua Dewan SDA Nasional, kegiatan ini
dimaksudkan agar terciptanya kesamaan persepsi terhadap substansi yang ada di
dalam UU tersebut (dsdan.go.id,
24/08/2009).
Meski
tidak dihadiri oleh seluruh Anggota Dewan SDA Nasional yang berjumlah 44 orang,
namun kehadiran sekitar 15 orang anggota yang terdiri dari unsur non-Pemerintah
maupun perwakilan unsur Pemerintah, kegiatan ini cukup menarik perhatian.
Pasalnya, para peserta cukup antusias berdiskusi dan menanyakan beberapa hal
kepada nara sumber dalam acara tersebut, yaitu Sekretaris Harian Dewan SDA
Nasional, Ir. Imam Anshori, MT dan dipandu Anggota Dewan SDA Nasional dari
unsur non-Pemerintah, Ir. Sudar Dwi Atmanto, MMAgr (LP3ES). Misalnya saja,
mengenai pendayagunaan SDA yang tidak hanya semata-mata dimanfaatkan untuk
memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari. Akan tetapi dalam fungsi sekundernya, SDA
banyak diperlukan dalam kegiatan usaha yang dilakukan oleh pihak non-Pemerintah
sebagai unit kegiatan ekonomi yang memang diperlukan untuk meningkatkan taraf
hidup masyarakat (dsdan.go.id,
24/08/2009).
Dalam
penjelasannya, Imam Anshori menyebutkan, bahwa pengusahaan SDA adalah upaya
pemanfaatan SDA untuk tujuan usaha atau menunjang suatu kegiatan usaha. “Pengusahaan
SDA dapat dilakukan melalui berbagai jenis atau bentuk usaha,” katanya. Antara
lain, pengusahaan air sebagai
bahan baku untuk pendukung proses produksi seperti untuk usaha pabrik tekstil,
usaha pencelupan kain batik dan pengambilan air untuk pendinginan mesin pabrik.
Juga pengusahaan air sebagai bahan baku utama suatu produk olahan, seperti
usaha air minum perpipaan dan usaha air mineral. Kemudian pengusahaan air,
sumber air dan daya air seperti untuk usaha Pembangkit Listrik Tenaga Air
(PLTA), arung jeram, wisata dan olah raga air. Selain itu, pengusahaan air
sebagai media utama untuk kegiatan usaha tertentu seperti usaha perikanan
sungai dan danau. Lainnya adalah pengusahaan air untuk pendukung kegiatan usaha
tertentu seperti
usaha pengambilan air untuk perhotelan dan usaha pengambilan air untuk real estate (dsdan.go.id, 24/08/2009).
Imam
Anshori menjelaskan, berdasarkan UU No. 7 tahun 2004 pada Pasal 45 ayat (2)
bahwa pengusahaan SDA yang meliputi satu Wilayah Sungai (WS) dari hulu sampai
hilir hanya dapat dilaksanakan oleh BUMN (Badan Usaha Milik Negara)/Badan Usaha
Milik Daerah (BUMD) pengelola SDA. Hal tersebut dikarenakan BUMN dibentuk
perdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) dan BUMD dibentuk berdasarkan
Peraturan Daerah (Perda) (dsdan.go.id,
24/08/2009).
“Sedangkan
perorangan, badan usaha atau kerjasama antar badan usaha dapat melaksanakan
pengusahaan SDA secara terbatas berdasarkan izin pengusahaan dari pemerintah
(Pusat/Provinsi/Kabupaten/Kota) sesuai dengan kewenangannya,” jelas Imam
sambil menambahkan, bahwa perizinan tersebut harus sesuai dengan rencana
alokasi air yang ditetapkan. Sementara untuk hak guna pakai air dapat diperoleh
perorarangan atau kelompok melalui perizinan dan tanpa perizinan. Dengan
perizinan, apabila perorangan menggunakannya untuk kebutuhan pokok
sehari-hari yang mengubah kondisi sumber air yang ada (dsdan.go.id, 24/08/2009).
Begitu
juga harus memperoleh izin apabila perorangan atau kelompok mempergunakannya
untuk pertanian di luar sistem irigasi yang sudah ada dan apabila kelompok
mempergunakannya untuk kebutuhan sehari-hari dan kebutuhan sosial. Sedangkan yang tanpa izin
apabila perorangan mempergunakannya untuk kebutuhan pokok sehari-hari dengan
tidak mengubah kondisi sumber air yang ada dan apabila perorangan atau kelompok
mempergunakannya untuk pertanian rakyat dalam sistem irigasi yang sudah ada
(dsdan.go.id, 24/08/2009).
Air, Persoalan
Bersama
Air sebagai persoalan bersama telah
lebih dulu menjadi isu sosial dibandingkan pembahasan untuk mendalami dan
menyamakan persepsi tentang substansi UU SDA. Artinya, perkara sumber daya air
merupakan perkara politik yang bersumber dari sistem ekonomi. Mengingat pula, persoalan ketersediaan
sumber air di Indonesia saat ini sudah berada dalam keadaan yang kritis,
sehingga memerlukan perhatian yang serius oleh pemerintah dan seluruh lapisan
masyarakat. Dalam rangka hari Air Sedunia (World Water Day) tahun 2008 lalu, Anggota Lembaga Lingkungan Hidup PP Muhammadiyah
Muhjidin Mawardi menyatakan bahwa air merupakan perkara yang sangat asasi
(fundamental), sangat urgen untuk dilaksanakan agar fungsi dan manfaatnya tetap
terjaga lestari demi keberlanjutan kehidupan masa kini dan akan datang.
Kewajiban untuk melindungi air mempunyai nilai yang sama dengan kewajiban
menjaga keberlaniutan kehidupan itu sendiri (eramuslim.com, 21/03/2008).
Persoalan air, sumber air dan ketersediaan air
merupakan persoalan bersama, karena menyangkut masa depan seluruh kehidupan
termasuk kehidupan umat manusia. Oleh karena itu, dalam melakukan pengelolaan
air dan sumber air, harus dilakukan secara terpadu dengan mempertimbangkan
barbagai kepentingan dan berwawasan lingkungan. Namun faktanya, Undang-Undang
Sumber Daya Air (UU SDA) yang diberlakukan saat ini, lebih bernuansa
kapitalistik dan kurang memihak kepada kepentingan pengguna air lainnya,
sehingga asas manfaat dan kelestarian air dan sumber air menjadi terancam
(eramuslim.com, 21/03/2008).
Posisi air atas nama fungsi sekunder sejatinya adalah
nama lain air sebagai komoditas ekonomi. Hal ini jelas merupakan dampak penerapan
sistem ekonomi kapitalisme
di negara ini. Kaum kapitalis telah mendikte para penguasa untuk meliberalisasi
sumber daya air, sehingga
meminimalisasi akses air oleh rakyat, dan berujung pada penindasan
kembali pada rakyat.
Jadi, layakkah untuk masih percaya pada sistem berstandar ganda dan berasas
manfaat ini? Jawabannya tidak.
Uraian
di atas jelas beralasan untuk tidak dibiarkan, sehingga harus menjadi
motivasi untuk melakukan perubahan. Perubahannya pun bukan sebatas kepedulian sebagai langkah konkrit
secara fisik, melainkan harus berawal dari konsep yang mendasar. Jika
permasalahan yang timbul berupa liberalisasi, maka perkara yang harus diganti
adalah pihak yang telah melahirkan masalah tersebut, yaitu ideologi
kapitalisme. Perubahan konsepnya pun harus dimulai dari penggantian ideologi
yang memiliki kekuatan sebanding dengan ideologi kapitalisme, yaitu ideologi
Islam, bukan yang lain.
Solusi Islam
Islam
merupakan seperangkat aturan yang datang dari Allah Swt, Sang Pencipta manusia
dan seluruh alam semesta, maka sudah pasti aturan tersebut sesuai untuk
mengatur ciptaan-Nya. Dengan demikian, pengaturan kehidupan manusia yang meliputi
pengelolaan sumberdaya air, akan mensejahterakan mereka jika diatur dengan
sistem Islam. Rasulullaah
saw bersabda: “Kaum muslim itu berserikat dalam tiga
perkara. (Yaitu) air, padang gembalaan dan api. Menjualnya adalah haram.”
(HR. Ibnu Majah no. 2463).
Menurut madzhab Imam Syafi’i, Maliki dan Hanbali, yang dimaksud dengan air yang
menjadi milik bersama dan oleh karena itu tidak boleh diperjualbelikan dalam
hadits tersebut adalah air hujan, air sungai dan yang semisal; bukan air yang
berasal dari sumber-sumber air milik pribadi, seperti sumur milik pribadi (Buku
“60 Hadits Sulthaniyah”).
Dari
sini dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa segala sesuatu yang dibutuhkan oleh
masyarakat (dan jika tidak mengakibatkan kepanikan pada masyarakat) haruslah
tersedia, dan tidak boleh dikuasai oleh pribadi
(atau pihak swasta) sehingga merugikan masyarakat umum. Maka, untuk kepentingan
tersebut, negara bertanggung jawab memberikan akses kepada masyarakat untuk
mendapatkan ait yang mereka perlukan, serta menyediakan berbagai keperluan umum
lainnya yang dibutuhkan (Buku “60 Hadits
Sulthaniyah”).
Bukti
nyata perhatian sistem pemerintahan Islam dalam bingkai Daulah Khilafah
Islamiyyah tentang pengelolaan air adalah keberadaan kincir angin, yang selama
ini dikenal berasal dari Belanda, padahal sejatinya tidak. Faktanya, Khilafah Islam memang
memiliki banyak wilayah yang kering, di mana air saja cukup langka, apalagi
sungai yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber energi. Karena itu, di daerah
yang kekurangan air tetapi memiliki angin yang stabil, kincir angin dapat
dikembangkan sebagai alternatif sumber energi untuk industri. Pengembangan
teknologi kincir angin dimuat jelas alam Kitab Al-Hiyal karya Banu Musa bersaudara. Kincir angin pertama kali
digunakan di Provinsi Sistan, Iran Timur sebagaimana dicatat oleh geografer
Istakhri pada abad ke-9 M. Jadi masuk akal jika sejarawan Joseph Needham
menulis, “Sejarah kincir angin
benar-benar diawali oleh kebudayaan Islam”. Para insinyur muslim pun telah
merintis berbagai teknologi terkait dengan air, baik untuk menaikkannya ke
sistem irigasi, atau menggunakannya untuk menjalankan mesin giling (Buku TSQ Stories Edisi 2).
Dengan demikian, air harus dikelola berdasarkan letak
kepemilikannya sebagai hak milik masyarakat. Sebagaimana sumber daya alam yang
lain, air tidak boleh diprivatisasi. Pengelolaan sumber daya air harus berorientasi untuk
kesejahteraan masyarakat, karena air merupakan hak kepemilikan umum. Dalam hal
ini, negara hanya sebatas sebagai pengelola. Dan negara tidak boleh mengadopsi
pengelolaan air dengan model privatisasi liberal, di mana berbagai komoditas
yang sangat dibutuhkan masyarakat, termasuk air, justru dijual kepada
perusahaan-perusahaan swasta, sehingga masyarakat tidak bisa mendapatkan haknya
atas komoditas-komoditas tersebut kecuali hanya dengan membelinya. Kondisi
seperti ini akan menciptakan sebuah masyarakat yang timpang. Karena golongan
masyarakat yang memiliki kekayaan menjadi satu-satunya golongan yang tidak mampu
mengakses berbagai layanan pokok. Hal ini sebagaimana sabda Rasulullaah saw: “Sesungguhnya seorang Imam (penguasa) itu
(bagaikan) perisai. Orang-orang berperang di belakangnya, dan juga berlindung
dengannya. Maka jika ia memerintah (berdasarkan) takwa kepada Allah ta’ala dan
berlaku adil, maka baginya pahala. Akan tetapi jika ia memerintah tidak dengan
(takwa pada Allah dan tidak berlaku adil) maka ia akan mendapatkan balasannya.”
(HR. Muslim no. 3428) (Buku “60 Hadits
Sulthaniyah”).
air bukan komoditas kapitalistik yang boleh diprovatisasi_
BalasHapusmodus operandi menuju privatisasi air dalam konstelasi politik internasional...cekidot...
http://hizbut-tahrir.or.id/2012/04/01/mesir-tolak-tandatangani-perjanjian-sungai-nil/#comment-80834